Perusahaan Tiongkok Terapkan “Cuti Tidak Bahagia”: Jika Tak Bahagia, Jangan Masuk Kerja

Perusahaan Tiongkok Pang Dong Lai menerapkan kebijakan “cuti tidak bahagia”. Karyawan boleh absen jika merasa tidak bahagia. Langkah ini viral di dunia kerja.

Oct 24, 2025 - 14:33
 0  4
Perusahaan Tiongkok Terapkan “Cuti Tidak Bahagia”: Jika Tak Bahagia, Jangan Masuk Kerja
sumber foto : gg

Eksplora.id - Sebuah perusahaan asal Tiongkok membuat gebrakan besar dalam dunia kerja dengan memperkenalkan kebijakan unik bernama “unhappy leave” atau cuti tidak bahagia. Perusahaan ritel Pang Dong Lai, yang berpusat di Provinsi Henan, memberikan izin kepada karyawannya untuk tidak masuk kerja jika sedang tidak bahagia.

Pendiri sekaligus ketua perusahaan, Yu Donglai, menjelaskan bahwa kebijakan ini dibuat agar karyawan memiliki kebebasan emosional dan tidak tertekan dengan kewajiban hadir di kantor setiap hari.

“Semua orang punya saat ketika mereka merasa tidak bahagia. Jika hari itu datang, jangan datang ke tempat kerja,” ujar Yu Donglai seperti dikutip dari South China Morning Post.


Cuti Tidak Bahagia, Konsep yang Tidak Biasa

Kebijakan ini menawarkan tambahan 10 hari cuti khusus bagi setiap karyawan yang merasa butuh waktu untuk menenangkan diri atau sekadar menjauh dari tekanan pekerjaan. Menariknya, manajemen tidak boleh menolak permohonan cuti ini. Jika atasan menolak, hal itu dianggap sebagai pelanggaran kebijakan perusahaan.

Selain cuti “tidak bahagia”, Pang Dong Lai juga dikenal sebagai perusahaan dengan budaya kerja yang ramah karyawan. Mereka hanya menerapkan jam kerja tujuh jam per hari, libur akhir pekan, serta cuti tahunan hingga 40 hari, ditambah libur lima hari saat Tahun Baru Imlek.

Filosofi yang dipegang Yu Donglai sangat sederhana:

“Kami tidak ingin menjadi perusahaan besar, kami ingin menjadi perusahaan yang membuat orang bahagia. Jika karyawan bahagia, perusahaan akan sehat.”


Mengapa Kebijakan Ini Diperlukan?

Langkah Pang Dong Lai ini muncul di tengah tingginya tingkat stres pekerja di Tiongkok. Survei nasional menunjukkan bahwa lebih dari 65% pekerja di Tiongkok merasa lelah dan tidak bahagia dengan rutinitas mereka.

Budaya lembur yang dikenal dengan istilah 996 (bekerja dari jam 9 pagi sampai 9 malam, enam hari seminggu) masih sangat melekat di banyak sektor. Yu Donglai secara tegas menolak sistem tersebut dan menilai lembur yang berlebihan justru menggerus semangat hidup karyawan.

Dengan adanya cuti tidak bahagia, perusahaan ini ingin memberi ruang bagi pegawai untuk memulihkan kondisi mental dan emosional mereka tanpa rasa bersalah atau takut kehilangan pekerjaan.


Dampak Positif Bagi Karyawan dan Perusahaan

Kebijakan “unhappy leave” dinilai membawa banyak manfaat:

  1. Menjaga kesehatan mental karyawan
    Memberikan waktu untuk beristirahat secara emosional dapat membantu mencegah stres dan kelelahan kerja (burnout).

  2. Meningkatkan produktivitas
    Karyawan yang bahagia cenderung lebih fokus dan kreatif ketika kembali bekerja.

  3. Memperkuat loyalitas karyawan
    Perusahaan yang peduli terhadap kesejahteraan pegawai akan lebih mudah mempertahankan talenta terbaik.

  4. Menjadi nilai jual budaya perusahaan
    Di era media sosial, kebijakan seperti ini memperkuat citra positif perusahaan dan menarik calon pekerja baru.


Tantangan dan Pertanyaan yang Muncul

Meski tampak progresif, kebijakan “cuti tidak bahagia” juga menimbulkan perdebatan. Beberapa pihak mempertanyakan:

  • Apakah semua karyawan benar-benar bisa menggunakan cuti ini tanpa takut dianggap tidak profesional?

  • Mungkinkah kebijakan ini disalahgunakan oleh pegawai yang ingin memperpanjang waktu libur?

  • Dapatkah sistem seperti ini diterapkan di perusahaan besar dengan ribuan pekerja dan target tinggi?

Meskipun begitu, banyak pakar HR menilai inisiatif ini adalah langkah maju untuk memperbaiki keseimbangan work-life balance yang selama ini diabaikan di banyak negara Asia.


Inspirasi untuk Dunia Kerja Modern

Kebijakan “unhappy leave” dari Pang Dong Lai kini menjadi inspirasi global. Banyak pengguna media sosial di seluruh dunia memuji langkah Yu Donglai dan berharap model serupa bisa diterapkan di negara lain, termasuk Indonesia.

Dalam konteks Indonesia, ide ini bisa menjadi refleksi bagi perusahaan agar lebih memperhatikan kesehatan mental dan kebahagiaan karyawan. Dengan memberi ruang rehat bagi pegawai yang sedang tidak bahagia, perusahaan berpotensi menciptakan lingkungan kerja yang lebih positif, produktif, dan manusiawi.


Bahagia Dulu, Baru Produktif

Langkah Pang Dong Lai membuktikan bahwa karyawan bahagia adalah aset paling berharga. Kebijakan “cuti tidak bahagia” bukan sekadar izin absen, melainkan simbol perubahan cara pandang terhadap dunia kerja modern.

Dengan menempatkan kesejahteraan emosional sebagai prioritas, perusahaan ini mengirim pesan kuat: kinerja terbaik hanya lahir dari hati yang bahagia.

Mungkin sudah saatnya dunia kerja, termasuk di Indonesia, mulai meniru langkah berani ini — karena terkadang, istirahat sejenak dari pekerjaan justru membuat kita bekerja lebih baik esok harinya.***

Baca juga artikel lainnya :

mengapa-orang-di-tiongkok-enggan-menolong-orang-tenggelam