Pria di Chengdu Bayar Utang Pengadilan 10.000 Yuan dengan Koin, 18 Pegawai Dikerahkan untuk Menghitung
Kisah unik dari Chengdu, Tiongkok, saat seorang pria membayar utang pengadilan 10.000 yuan menggunakan koin eksklusif hingga memaksa 18 staf menghitung selama berjam-jam. Tindakannya dianggap menghalangi proses hukum dan berujung denda tambahan.
Eksplora.id - Sebuah kejadian unik namun melelahkan terjadi di Chengdu, Provinsi Sichuan, Tiongkok, ketika seorang pria bernama Wan memilih cara tak biasa untuk melunasi utang pengadilan. Alih-alih membayar melalui transfer bank atau uang kertas seperti biasanya, Wan justru datang membawa ribuan koin untuk menutup utangnya sebesar 10.000 yuan. Tindakan tersebut bukan hanya mengejutkan para petugas, tetapi juga menciptakan proses administratif yang luar biasa memakan waktu.
Pembayaran yang Menghambat Layanan Pengadilan
Insiden itu terekam pada Juli 2024 dan langsung menjadi perhatian publik karena dianggap sebagai salah satu cara paling merepotkan dalam membayar putusan hukum. Ketika Wan tiba di kantor pengadilan, staf awalnya mengira pembayaran akan berlangsung normal—hingga mereka melihat tumpukan kantong berisi koin.
Jumlah koin yang dibawa membuat proses sederhana berubah menjadi pekerjaan maraton. Menurut pihak berwenang setempat, sebanyak 18 pegawai pengadilan terpaksa dikerahkan untuk menghitung uang tersebut secara manual. Setiap koin harus ditata, dihitung, dan dicatat satu per satu untuk memastikan jumlah yang dibayarkan sesuai dengan nominal utang.
Proses ini memakan waktu berjam-jam dan menyebabkan antrean layanan lain tertunda. Ruang pelayanan pengadilan pun berubah seperti tempat penukaran uang receh, penuh suara koin bergemerincing dan pegawai yang fokus menghitung tumpukan logam.
Diduga Sengaja Menghambat Eksekusi Putusan
Tindakan Wan langsung menimbulkan pertanyaan: apakah ini hanya aksi iseng atau bentuk protes terselubung terhadap putusan pengadilan?
Pihak otoritas Chengdu menegaskan bahwa tindakan tersebut dianggap sebagai upaya menghalangi proses eksekusi pengadilan. Meski secara teknis koin tetap merupakan alat pembayaran yang sah, jumlah yang tidak wajar dan cara penyampaiannya dinilai sengaja dibuat untuk menyulitkan institusi hukum.
Sebagai konsekuensinya, Wan justru menerima denda tambahan karena dianggap memperlambat dan mengganggu kelancaran pelayanan publik. Pengadilan menilai bahwa motif utamanya bukan sekadar membayar utang, tetapi mempersulit proses administrasi.
Viral di Media Sosial dan Picu Perdebatan
Kisah pembayaran koin ala Wan ini langsung viral di media sosial Tiongkok. Banyak warganet terbelah: sebagian melihatnya lucu dan kreatif, sebagian lain menganggap tindakan itu tidak menghormati lembaga pengadilan.
Beberapa warganet menilai Wan hanya memanfaatkan celah hukum karena koin tetap sah digunakan. Namun banyak juga yang mengkritik bahwa tindakan tersebut membuang waktu pegawai dan merugikan masyarakat yang membutuhkan layanan cepat.
Terlepas dari perdebatan tersebut, insiden ini menjadi contoh nyata bagaimana cara pembayaran yang tidak lazim dapat mempengaruhi efisiensi pelayanan publik dan memicu konsekuensi hukum tambahan.**
Baca juga artikel lainnya :
daun-ketapang-bisa-laku-ratusan-hingga-jutaan-rupiah-di-amerika-begini-alasannya

