Pengembalian Rp 13,2 Triliun dari Kasus Korupsi CPO Dinilai Momentum “Negara Tanpa Korupsi”

Penyerahan kerugian negara Rp 13,2 triliun dari kasus korupsi CPO oleh Presiden Prabowo dinilai sebagai bukti komitmen pemberantasan korupsi. Apakah ini langkah nyata menuju “negara tanpa korupsi”?

Oct 23, 2025 - 18:24
 0  12
Pengembalian Rp 13,2 Triliun dari Kasus Korupsi CPO Dinilai Momentum “Negara Tanpa Korupsi”
Sumber foto : BPMI Setpres

Eksplora.id - Langkah Prabowo Subianto untuk menyerahkan kerugian negara senilai Rp 13,2 triliun hasil tindak pidana korupsi fasilitas ekspor Minyak Kelapa Sawit (CPO) dan turunannya kepada negara, dipandang sebagai sinyal penting dalam upaya penegakan hukum dan pemberantasan korupsi di Indonesia. 

Kritik Korupsi sebagai “Subversi Ekonomi”

Menurut pakar hukum dan pembangunan Hardjuno Wiwoho, pernyataan Presiden bahwa praktik korupsi CPO merupakan “subversi ekonomi” menunjukkan adanya kesadaran mendalam akan dampak korupsi terhadap kedaulatan ekonomi nasional. > “Pernyataan itu bukan hanya emosional, tetapi sangat substansial. Presiden menempatkan korupsi bukan sekadar pelanggaran hukum, melainkan ancaman terhadap struktur ekonomi nasional,” ujar Hardjuno. 

Hardjuno juga menyebut bahwa keberhasilan pemulihan kerugian negara sebesar Rp 13,2 triliun menunjukkan kapasitas lembaga penegak hukum Indonesia dalam menyelamatkan hak rakyat dan memperkuat kepercayaan publik terhadap sistem. Namun, ia menekankan bahwa momentum ini harus dijaga agar tidak berhenti hanya pada satu kasus saja. 

Penyerahan Keuangan Negara & Program yang Direncanakan

Penyerahan dana tersebut dilakukan secara simbolis di Gedung Utama Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung), Jakarta, pada Senin, 20 Oktober 2025, di hadapan banyak pejabat tinggi negara termasuk Presiden Prabowo. Dalam laporannya, Kejagung menyatakan bahwa total kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 17 triliun, dengan Rp 13,255 triliun telah dipulihkan dan disetorkan. 

Presiden Prabowo menyampaikan bahwa dana yang dikembalikan dapat dimanfaatkan untuk membangun lebih dari 8.000 sekolah dan sekitar 600 kampung nelayan modernIa juga menyatakan bahwa pemerintah akan melanjutkan penegakan hukum atas praktik eksploitasi sumber daya alam yang merugikan rakyat dan negara.

Implikasi Ekonomi dan Politik

Kembalinya dana negara dalam jumlah besar ini memiliki beberapa implikasi penting:

  • Peningkatan kepercayaan publik terhadap proses penegakan hukum dan pemulihan aset negara.

  • Dukungan terhadap sektor pendidikan dan masyarakat pesisir melalui alokasi dana hasil pemulihan.

  • Pesan kuat kepada pelaku usaha dan korporasi bahwa keuntungan tidak boleh dicapai dengan merugikan negara atau rakyat.

Namun, pengamat mencatat agar hasil ini tidak menjadi aksi tunggal. Konsistensi di banyak sektor lain dan sistem kontrol yang kuat masih sangat diperlukan agar tangkapannya tidak hanya simbolis. “Kuncinya adalah keberlanjutan,” tegas Hardjuno. 

Tantangan untuk Ke Depan

Meski pencapaian ini dinilai signifikan, beberapa tantangan tetap ada:

  • Masih adanya selisih Rp 4,4 triliun yang belum disetorkan oleh perusahaan-perusahaan terkait. 

  • Perlunya pengawasan berkelanjutan agar dana pemulihan benar-benar digunakan untuk program yang berdampak bagi rakyat seperti yang dijanjikan.

  • Membutuhkan transformasi budaya bisnis dan pemerintahan agar penegakan hukum bukan hanya insiden, tetapi kebiasaan.


Pengembalian Rp 13,2 triliun dari kasus korupsi CPO di tangan Prabowo dan Kejagung dianggap sebagai langkah penting menuju cita-cita “negara tanpa korupsi”. Meskipun demikian, tantangan besar tetap ada di depan mata: konsistensi, transparansi, dan pemanfaatan hasil secara nyata untuk rakyat. Jika dijalankan dengan serius, maka momen ini bisa menjadi titik balik dalam sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia.***

Baca juga artikel lainnya :

nadiem-makarim-resmi-tersangka-kasus-chromebook-dari-inovasi-pendidikan-hingga-jerat-hukum