Indikasi Geografis: Aset HKI yang Menjadi Kekuatan Baru Ekonomi Lokal

Indikasi geografis sebagai bagian dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI) berperan penting dalam penguatan ekonomi lokal. Produk khas daerah seperti kopi Gayo dan garam Amed menjadi bukti bahwa kekayaan lokal bisa menjadi kekuatan bisnis global.

Oct 23, 2025 - 18:13
 0  6
Indikasi Geografis: Aset HKI yang Menjadi Kekuatan Baru Ekonomi Lokal
sumber foto : Ai generator

Eksplora.id - Di tengah gempuran produk impor dan pasar global yang makin kompetitif, indikasi geografis (IG) kini menjadi salah satu instrumen penting dalam perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang berdampak langsung pada ekonomi dan bisnis lokal di Indonesia.

Produk seperti kopi Gayo, garam Amed Bali, tembakau Temanggung, dan tenun ikat Sikka adalah contoh nyata bagaimana IG tidak sekadar simbol asal-usul, tetapi juga jaminan mutu, identitas budaya, serta nilai ekonomi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.


Apa Itu Indikasi Geografis?

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, indikasi geografis merupakan tanda yang menunjukkan asal suatu barang atau produk yang memiliki reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan geografis.

Dengan kata lain, produk yang terdaftar IG memiliki ciri khas yang tidak bisa ditiru oleh daerah lain — baik karena kondisi alamnya (tanah, iklim, topografi), maupun karena pengetahuan dan keterampilan masyarakat lokal yang diwariskan secara turun-temurun.


Korelasi Indikasi Geografis dengan Bisnis dan Ekonomi

Keberadaan IG telah terbukti meningkatkan daya saing produk lokal di pasar nasional maupun internasional. Produk yang memiliki sertifikasi IG umumnya dihargai lebih tinggi karena dianggap berkualitas, autentik, dan memiliki nilai historis serta sosial budaya yang kuat.

Sebagai contoh:

  • Kopi Arabika Gayo dari Aceh tercatat mengalami kenaikan harga ekspor hingga 20–30% setelah memperoleh sertifikat IG dari Kementerian Hukum dan HAM.

  • Garam Amed Bali berhasil menembus pasar ekspor Jepang karena memiliki karakter rasa dan kadar mineral yang unik, hasil dari teknik tradisional pengeringan yang hanya bisa dilakukan di pesisir Amed.

  • Lada Putih Muntok dari Bangka Belitung juga menjadi produk andalan ekspor karena dilindungi IG, memastikan kualitas dan keaslian produknya tetap terjaga.

Dengan demikian, IG berperan penting dalam pembangunan ekonomi berbasis kekayaan intelektual (intellectual property-based economy). Setiap wilayah dapat memanfaatkan kekhasan lokalnya untuk menciptakan nilai tambah ekonomi tanpa harus bergantung pada industri besar.


Dampak Sosial dan Pemberdayaan Ekonomi Lokal

Lebih dari sekadar perlindungan hukum, IG membuka peluang pemberdayaan masyarakat. Ketika sebuah produk lokal terdaftar sebagai IG, komunitas produsen di daerah tersebut harus membentuk lembaga pengelola IG (LPI) yang berfungsi menjaga mutu, melakukan promosi, dan memastikan keberlanjutan produksi.

Langkah ini menciptakan:

  • Rantai bisnis yang sehat dan transparan,

  • Lapangan kerja baru di sektor pertanian, UMKM, dan pariwisata,

  • Kesadaran kolektif masyarakat terhadap nilai budaya dan potensi ekonomi lokal.

Dengan kata lain, IG bukan hanya melindungi produk, tetapi juga melindungi manusia dan pengetahuan lokal yang ada di baliknya.


Tantangan dan Arah ke Depan

Meski potensinya besar, masih banyak daerah di Indonesia yang belum mendaftarkan produk khasnya ke sistem IG. Penyebab utamanya antara lain kurangnya pemahaman tentang HKI, keterbatasan anggaran, dan minimnya dukungan pendampingan hukum dan promosi.

Padahal, menurut data Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), hingga 2025 pemerintah menargetkan lebih dari 200 produk lokal dapat memperoleh perlindungan IG. Program ini diharapkan dapat mendorong transformasi ekonomi berbasis inovasi dan kearifan lokal, sejalan dengan strategi nasional “One Village One Product”.

“Indikasi geografis adalah bentuk kedaulatan ekonomi daerah. Ia melindungi ciri khas lokal agar tidak diklaim pihak lain sekaligus memperkuat posisi Indonesia di pasar global,”
— ujar Direktur Paten, DTLST, dan Indikasi Geografis DJKI, Dede Mia Yusanti.


HKI untuk Kemandirian Ekonomi Daerah

Indikasi geografis bukan sekadar label hukum, tetapi strategi pembangunan ekonomi yang berakar pada identitas daerah. Dengan perlindungan IG, Indonesia tidak hanya menjaga warisan budayanya, tetapi juga membangun fondasi ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.

Pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat perlu bersinergi agar setiap potensi lokal — dari kopi hingga kerajinan, dari pangan hingga fashion tradisional — dapat menjadi sumber daya ekonomi yang berdaya saing global melalui perlindungan HKI.***

Baca juga artikel lainnya :

mengapa-tiongkok-hanya-memiliki-satu-zona-waktu