Bukan Lagi Sekadar Hiburan, Medsos Kini Jadi Senjata Politik Rakyat
Gelombang protes nasional 2025 di Indonesia dipicu oleh isu tunjangan fantastis DPR dan insiden tewasnya pengemudi ojol, Affan Kurniawan. Media sosial menjadi penggerak utama, dari viralnya tagar #ResetIndonesia hingga lahirnya dokumen 17+8 Tuntutan Rakyat. Platform seperti X, WhatsApp, dan Telegram digunakan untuk menyebarkan informasi, mengkoordinasi aksi, hingga membangun solidaritas. Bahkan, TikTok sempat menangguhkan fitur Live karena derasnya arus konten terkait demo, menunjukkan betapa kuatnya peran medsos dalam gerakan ini. Fenomena ini menegaskan pergeseran besar: media sosial yang dulu identik dengan bisnis kini menjelma menjadi instrumen politik dan sosial yang mampu mengguncang kekuasaan. Protes di Indonesia memasuki era baru—era politik digital—di mana trending topic bisa menjadi titik awal perlawanan nyata.

Eksplora.id – Indonesia tengah diguncang gelombang protes terbesar dalam satu dekade terakhir. Ribuan orang turun ke jalan di 32 provinsi, menuntut keadilan sosial dan menolak privilese politik yang dianggap berlebihan. Namun, di balik kerumunan massa, ada mesin penggerak yang tak kalah kuat: media sosial.
Fenomena ini menegaskan satu hal: ruang digital kini bukan lagi sekadar wadah hiburan dan bisnis, melainkan arena politik yang mampu mengguncang kekuasaan.
Latar Belakang: Dari Tunjangan DPR ke Gelombang Perlawanan
Akar keresahan publik bermula dari terungkapnya tunjangan fantastis bagi anggota DPR, yakni Rp50 juta per bulan untuk perumahan—sepuluh kali lipat upah minimum Jakarta. Kabar ini menyebar cepat di platform X (Twitter) dan Instagram, memicu kemarahan publik.
Situasi makin memanas setelah insiden tragis yang menimpa Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online, yang tewas tertabrak kendaraan lapis baja polisi saat aksi di Jakarta. Video peristiwa itu viral hanya dalam hitungan menit, menjadikannya simbol kemarahan baru.
“Dulu orang hanya bisa bicara di warung kopi, sekarang semua bisa bicara di Twitter. Dan lebih hebatnya, dari sana lahir aksi nyata,” ujar Tomi, CEO Digital Kreativa Nusantara.
Medsos Jadi Arena Koordinasi dan Mobilisasi
Tagar #ResetIndonesia mendominasi lini masa, menembus trending global dengan ratusan ribu unggahan. Dari sana lahir dokumen 17+8 Tuntutan Rakyat, sebuah manifesto digital yang berisi poin-poin mendesak dan agenda reformasi jangka panjang. WhatsApp dan Telegram menjadi jalur koordinasi lapangan. Instruksi titik kumpul, peta jalur aksi, hingga strategi menghadapi aparat tersebar dalam hitungan detik.
“Koordinasi lewat WhatsApp lebih cepat dari rapat organisasi. Semua serba real time,” kata Rafi, seorang mahasiswa dari UIN Lampung yang ikut serta dalam aksi.
Dari Bisnis ke Politik: Peran Medsos yang Tak Terbendung
Menariknya, media sosial yang selama ini identik dengan dunia bisnis—mulai dari UMKM yang tumbuh lewat TikTok Shop hingga influencer yang meraup miliaran dari endorsement—kini berubah wajah menjadi instrumen politik paling efektif.
Jika sebelumnya media sosial mampu mengguncang pasar, kini ia mampu mengguncang kekuasaan. Dari konten hiburan, transformasi menuju konten politik terjadi begitu cepat.
Pemblokiran sementara fitur TikTok Live akhir Agustus lalu menjadi bukti nyata bahwa arus digital ini punya dampak besar. TikTok mengaku melakukan penangguhan sebagai langkah pengamanan, namun publik membaca ini sebagai bentuk “represi digital halus” di tengah krisis.
Sorotan Dunia dan Tantangan Pemerintah
Sorotan internasional semakin menekan pemerintah. Media asing menurunkan laporan investigasi, sementara organisasi HAM menuntut penyelidikan independen atas penggunaan kekuatan berlebihan.
Di dalam negeri, pemerintah berusaha melakukan kontra-narasi digital sekaligus menenangkan publik dengan mencabut sebagian tunjangan DPR. Namun, wacana pembatasan akses internet sempat memicu kekhawatiran akan berkurangnya kebebasan berekspresi.
Era Baru Politik Digital
Fenomena ini menunjukkan bahwa protes di Indonesia memasuki era baru: era politik digital. Media sosial tak hanya menjadi ruang diskusi, melainkan juga ruang konsolidasi, propaganda, bahkan arena pertarungan wacana.
“Kalau dulu demonstrasi dimulai dari kampus, sekarang dimulai dari trending topic,” kata Refi seorang praktisi di dunia digital.
Gelombang protes nasional 2025 adalah potret nyata bagaimana media sosial telah menjadi mesin penggerak perubahan sosial. Dari layar ponsel lahir solidaritas, dari unggahan sederhana lahir gerakan, dan dari dunia maya lahir perlawanan nyata. Jika dalam bisnis media sosial bisa melahirkan jutaan pengusaha baru, dalam politik ia bisa melahirkan sejarah baru.