Nongkrong Rasa Korea: Angkringan Kekinian yang Bikin Anak Muda Ketagihan
Angkringan dengan cita rasa Korea kini menjamur di Indonesia. Dari tteokbokki sampai ramyeon pinggir jalan, konsep “angkringan Korea” memadukan budaya lokal dan K-pop culture — jadi tren baru nongkrong anak muda.
Eksplora.id - Di tengah padatnya kota dan hiruk pikuk musik K-Pop yang tak pernah surut, ada satu tren baru yang kini mencuri perhatian anak muda Indonesia: angkringan rasa Korea.
Bukan lagi sekadar tempat beli nasi kucing atau gorengan murah, angkringan kini berubah jadi ruang pertemuan budaya, di mana aroma sambal terasi berpadu dengan wangi saus gochujang khas Negeri Ginseng.
Dari Jogja ke Seoul, Dari Ramyeon ke Nasi Kucing
Konsep ini muncul dari keinginan pelaku usaha muda yang ingin menghadirkan suasana santai seperti di drama Korea, tapi tetap dengan harga “warung”.
Salah satu contohnya adalah “Pojangmacha Salemba” di Jakarta Pusat.
Warung ini memadukan gaya pojangmacha — gerobak kaki lima Korea — dengan angkringan Jawa, lengkap dengan meja kayu panjang, lampu temaram, dan musik K-Pop yang mengalun pelan.
Menu yang dijual juga tak kalah menarik:
tteokbokki pedas manis, odeng (fishcake tusuk), ramyeon kuah gurih, hingga hotdog Korea berbalut tepung kentang.
Namun, semua bahan diadaptasi dari produk lokal agar harga tetap ramah di kantong mahasiswa.
“Kami ingin membuat tempat nongkrong yang Korea banget, tapi tetap terjangkau,” ujar Dita, pemilik salah satu angkringan Korea di Bandung.
Budaya Nongkrong Ketemu Korean Wave
Tak bisa dipungkiri, pengaruh budaya Korea memang sangat kuat di kalangan anak muda Indonesia.
Menurut survei dari lembaga riset lokal, lebih dari 60% generasi Z di Indonesia pernah mencoba makanan Korea — sebagian besar karena sering melihatnya di drama dan media sosial.
Angkringan Korea menjadi jembatan antara dua dunia:
-
Tradisi nongkrong murah khas Indonesia
-
Gaya makan estetik dan penuh cita rasa dari Korea Selatan
Hasilnya?
Tempat-tempat seperti ini selalu ramai. Anak muda datang tak hanya untuk makan, tapi juga untuk healing, foto, dan berbagi momen di TikTok.
Bisnis yang Nggak Sekadar Ikut Tren
Fenomena ini juga membuka peluang besar bagi para pelaku UMKM kuliner.
Bahan baku bisa disesuaikan, peralatan tak perlu mewah, tapi konsep dan branding harus kuat.
Banyak angkringan Korea yang sukses karena cerita di baliknya — bukan hanya rasa makanannya.
Beberapa pengusaha bahkan mulai menggabungkan konsep ini dengan kopi susu kekinian, atau jualan merchandise K-Pop di sudut warung.
Model usaha seperti ini disebut-sebut sebagai bentuk micro experience dining — pengalaman makan sederhana tapi berkesan.
Namun tentu saja, ada tantangan:
-
Harga saus impor masih tinggi
-
Cita rasa harus diadaptasi agar cocok dengan lidah Indonesia
-
Persaingan dengan kafe bertema Korea juga semakin ketat
Kuncinya, inovasi dan konsistensi.
Dari Angkringan ke Arah Masa Depan Kuliner
Lebih dari sekadar tren, angkringan Korea mencerminkan transformasi budaya kuliner Indonesia.
Dulu, angkringan identik dengan obrolan bapak-bapak di malam hari. Sekarang, ia menjadi simbol urban youth culture — inklusif, kreatif, dan terbuka pada pengaruh global.
Dan yang menarik, konsep ini justru mengajarkan sesuatu yang mendalam:
Bahwa inovasi tidak selalu datang dari teknologi tinggi atau modal besar,
tapi dari keberanian memadukan yang tradisional dan modern dalam satu ruang hangat di pinggir jalan.***
Baca juga artikel lainnya :
nasi-instan-solusi-praktis-yang-digemari-di-eropa-jepang-dan-korea

