FOMO, Gen Z dan Milenial Terancam Tak Punya Tabungan Hari Tua — Mengapa Bisa Begitu?
Fenomena FOMO membuat banyak Gen Z dan milenial sulit menabung dan merencanakan masa depan. Mengapa generasi muda kini lebih konsumtif, dan bagaimana cara keluar dari jebakan ini?

Eksplora.id - “Gaji baru masuk, saldo sudah menipis.” Kalimat ini mungkin terasa akrab di telinga banyak anak muda saat ini. Di tengah kemudahan transaksi digital, promo bertebaran, dan gaya hidup yang serba cepat, generasi milenial dan Gen Z justru menghadapi ancaman serius: tidak memiliki tabungan untuk hari tua.
Fenomena ini bukan sekadar karena gaji pas-pasan. Penyebab utamanya lebih dalam — budaya FOMO (Fear of Missing Out) yang merajalela di era digital.
FOMO: Penyakit Sosial yang Tak Disadari
FOMO berarti rasa takut tertinggal dari tren atau momen yang sedang viral.
Contohnya sederhana: ketika teman mengunggah foto nongkrong di kafe baru, liburan ke Bali, atau membeli gadget terbaru, muncul dorongan untuk ikut — meskipun sebenarnya belum tentu mampu.
Di balik “sekadar ingin ikut seru-seruan”, ada kebiasaan finansial berisiko yang perlahan menggerogoti masa depan.
FOMO membuat banyak anak muda mengutamakan gaya hidup instan dibanding kestabilan finansial jangka panjang.
“Generasi muda sekarang lebih takut ketinggalan momen daripada ketinggalan investasi,” ujar seorang pakar keuangan muda, menggambarkan fenomena ini dengan tepat.
Data Bicara: Banyak yang Tak Punya Tabungan Pensiun
Hasil survei Katadata Insight Center (KIC) pada 2024 menunjukkan lebih dari 60% milenial dan Gen Z di Indonesia tidak memiliki tabungan dana pensiun.
Sebagian bahkan mengaku sulit menabung secara rutin karena pengeluaran untuk kebutuhan gaya hidup terus meningkat.
Alasan yang paling sering muncul:
-
“Gaji saya belum besar.”
-
“Masih muda, nanti aja mikir pensiun.”
-
“Saya mau menikmati hidup dulu.”
Padahal, tanpa disadari, setiap tahun tanpa tabungan adalah kerugian waktu yang tak bisa digantikan.
Gaya Hidup Digital, Pengeluaran Digital
Generasi muda kini hidup dalam ekosistem digital yang membuat pengeluaran lebih mudah — bahkan terlalu mudah.
Hanya dengan satu klik, pembelian bisa langsung diproses lewat dompet digital atau paylater.
Platform seperti TikTok Shop, Shopee, dan Instagram menjadi “jebakan manis” bagi mereka yang tidak punya rencana keuangan.
Ditambah budaya flexing di media sosial, banyak orang merasa harus selalu tampil sukses meski dompet menjerit.
Akibatnya, uang lebih cepat berputar ke konsumsi dibanding disimpan atau diinvestasikan.
Mengapa Ini Berbahaya?
Tanpa tabungan dan investasi, generasi muda berisiko menghadapi masa tua yang tidak stabil secara finansial.
Kenaikan biaya hidup, inflasi, dan ketidakpastian pekerjaan membuat ketergantungan pada gaji menjadi semakin berbahaya.
Sementara itu, sistem jaminan sosial di Indonesia belum sepenuhnya kuat. Artinya, jika tidak disiapkan dari sekarang, masa pensiun bisa menjadi masa sulit bagi banyak orang muda hari ini.
Cara Keluar dari Jebakan FOMO dan Mulai Menabung
Berikut langkah sederhana yang bisa dilakukan agar tidak “terjebak gaya hidup”:
-
Pisahkan tabungan sebelum belanja.
Terapkan prinsip “save first, spend later.” Sisihkan minimal 10–20% penghasilan di awal bulan. -
Batasi waktu scrolling media sosial.
Semakin sering melihat kehidupan orang lain, semakin besar kemungkinan kamu merasa tertinggal. -
Catat pengeluaran kecil.
Camilan, kopi, dan ongkir bisa jadi kebocoran besar jika tidak dikontrol. -
Mulai investasi ringan.
Gunakan aplikasi resmi dan pilih instrumen aman seperti reksa dana pasar uang atau emas digital. -
Ubah mindset: nikmati hidup secukupnya, bukan seseringnya.
Ketenangan finansial jauh lebih berharga daripada validasi online.
FOMO membuat banyak Gen Z dan milenial terjebak dalam siklus konsumsi tanpa tabungan.
Mereka hidup untuk hari ini, tanpa sadar menyiapkan hari tua yang penuh ketidakpastian.
Padahal, kebahagiaan sejati bukan dari ikut tren setiap waktu, melainkan dari rasa aman karena memiliki kendali atas keuangan sendiri.
Mulailah dari langkah kecil — tabungan harian, investasi kecil, dan disiplin mencatat keuangan.
Karena masa depan bukan soal siapa yang paling cepat viral, tapi siapa yang paling siap menghadapi realita hidup.***
Baca juga artikel lainnya :