Ume Kbubu: Kearifan Lokal Masyarakat Mollo dalam Pengawetan Tradisional
Di tengah gempuran modernisasi dan teknologi penyimpanan pangan seperti lemari es, masyarakat Mollo di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, masih mempertahankan cara tradisional yang unik untuk menyimpan dan mengawetkan bahan makanan.
                                    Eksplora.id - Di tengah gempuran modernisasi dan teknologi penyimpanan pangan seperti lemari es, masyarakat Mollo di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, masih mempertahankan cara tradisional yang unik untuk menyimpan dan mengawetkan bahan makanan. Cara itu dikenal dengan “Ume Kbubu”, rumah tradisional khas Mollo yang bukan hanya berfungsi sebagai tempat tinggal, tetapi juga sebagai simbol kearifan lokal dalam menjaga ketahanan pangan dan keharmonisan dengan alam.
Makna Filosofis di Balik Ume Kbubu
Dalam bahasa Dawan, “Ume” berarti rumah, sedangkan “Kbubu” berarti bulat. Sesuai namanya, bangunan ini berbentuk bundar dengan atap menjuntai rendah hingga hampir menyentuh tanah. Secara arsitektural, desain ini bukan tanpa alasan. Bentuk bulat membuat suhu di dalamnya stabil, hangat pada malam hari, dan tetap sejuk di siang hari. Struktur ini juga menciptakan sirkulasi udara yang minimal, menjadikannya tempat ideal untuk proses pengawetan alami bahan pangan.
Namun, Ume Kbubu lebih dari sekadar bangunan. Ia adalah simbol persatuan keluarga dan tempat berkumpul di sekitar api unggun yang menjadi jantung rumah. Di dalamnya, masyarakat Mollo tidak hanya memasak dan beristirahat, tetapi juga menyimpan hasil panen seperti jagung, ubi, labu, dan daging yang diasap untuk bertahan berbulan-bulan.
Sistem Pengawetan yang Cerdas dan Ramah Lingkungan
Cara pengawetan di dalam Ume Kbubu tergolong sederhana namun efektif. Di bagian tengah rumah, terdapat tungku api yang menyala hampir setiap hari. Asap dari tungku ini naik dan memenuhi seluruh ruang bagian atas rumah, tempat masyarakat menggantung bahan makanan. Inilah yang menjadi kunci dari sistem pengawetan alami tersebut.
Daging, jagung, dan hasil bumi lainnya digantung di langit-langit dan perlahan diasapi secara kontinu. Proses ini menghambat pertumbuhan mikroorganisme penyebab pembusukan sekaligus memberikan aroma khas pada bahan makanan. Bahkan, daging yang diasapi di Ume Kbubu dapat bertahan hingga berbulan-bulan tanpa mengalami kerusakan.
Selain itu, lingkungan di dalam rumah yang gelap dan lembap rendah turut memperlambat proses oksidasi alami bahan pangan. Hasilnya, masyarakat Mollo tidak perlu bergantung pada alat pendingin modern atau bahan pengawet kimia. Semua berlangsung alami dengan memanfaatkan kondisi rumah dan api yang menyala setiap hari.
Kearifan Lokal yang Membangun Ketahanan Pangan
Ume Kbubu mencerminkan kemandirian masyarakat Mollo dalam menghadapi musim paceklik. Di wilayah dengan curah hujan tidak menentu, kemampuan menyimpan pangan menjadi hal vital. Melalui sistem pengawetan tradisional ini, keluarga dapat memastikan ketersediaan bahan makanan dalam jangka panjang, terutama saat musim kemarau panjang melanda.
Lebih jauh lagi, cara ini menunjukkan keseimbangan antara manusia dan alam. Tidak ada limbah kimia, tidak ada penggunaan energi listrik, dan tidak ada ketergantungan terhadap teknologi mahal. Semuanya berakar pada prinsip hidup masyarakat Mollo yang menghargai bumi dan segala hasilnya.
Tantangan dan Harapan di Era Modern
Sayangnya, keberadaan Ume Kbubu mulai terancam oleh perubahan gaya hidup dan urbanisasi. Banyak generasi muda yang memilih membangun rumah modern tanpa tungku api karena dianggap lebih praktis dan bersih. Akibatnya, teknik pengawetan tradisional ini perlahan mulai ditinggalkan.
Padahal, Ume Kbubu tidak hanya menyimpan makanan, tetapi juga menyimpan nilai-nilai sosial dan budaya yang penting: kebersamaan, kehangatan keluarga, serta filosofi hidup yang berpihak pada kelestarian alam. Melestarikan Ume Kbubu berarti menjaga warisan ekologis yang sudah terbukti ramah lingkungan dan berkelanjutan selama ratusan tahun.
Untuk itu, perlu ada dukungan dari pemerintah daerah, lembaga kebudayaan, dan dunia pendidikan untuk mendokumentasikan dan memperkenalkan kembali sistem ini kepada generasi muda. Ume Kbubu bisa menjadi inspirasi bagi pengembangan teknologi pangan berkelanjutan yang berpijak pada kearifan lokal.
Ume Kbubu bukan sekadar rumah bundar di pelosok Mollo. Ia adalah manifestasi kecerdasan ekologis masyarakat yang memahami alam sebagai mitra hidup. Di dalam kehangatan asapnya, tersimpan nilai-nilai ketahanan pangan, kemandirian, dan kelestarian budaya yang patut dijaga di tengah dunia yang semakin serba instan.
Dengan menjaga tradisi Ume Kbubu, kita tidak hanya melestarikan bentuk rumah adat, tetapi juga mewarisi cara berpikir bijak dan selaras dengan alam—warisan yang kini justru sangat dibutuhkan oleh dunia modern.***
Baca juga artikel lainnya :
sekolah-di-tengah-keterbatasan-gubuk-sederhana-yang-menjadi-cahaya-pendidikan-di-ntt
                                
                                                                                                                                            
                                                                                                                                            
                                            
                                            
                                            
                                            
                                            
