Pakubuwono IX: Raja Mataram Islam yang Dapat Medali dari Vatikan

Siapa sangka, di balik gelar kebangsawanannya sebagai penerus Dinasti Mataram Islam, Pakubuwono IX—yang akrab dipanggil Sinuwun—pernah menerima medali kehormatan dari Vatikan, pusat Gereja Katolik dunia.

Nov 4, 2025 - 17:01
 0  5
Pakubuwono IX: Raja Mataram Islam yang Dapat Medali dari Vatikan
sumber foto : gg

Eksplora.id - Siapa sangka, di balik gelar kebangsawanannya sebagai penerus Dinasti Mataram Islam, Pakubuwono IX—yang akrab dipanggil Sinuwun—pernah menerima medali kehormatan dari Vatikan, pusat Gereja Katolik dunia.
Namun kisah ini bukan tentang pindah keyakinan, melainkan tentang toleransi dan kebesaran hati seorang raja Jawa Muslim dalam menjalin persahabatan lintas iman.

Sinuwun, Raja yang Menjaga Nilai Islam dan Kemanusiaan

Sebagai salah satu penerus Dinasti Mataram Islam, Sri Susuhunan Pakubuwono IX dikenal sebagai raja yang bijak, religius, dan menghormati keberagaman. Ia memimpin dengan nilai-nilai Islam Jawa yang lembut, menekankan keseimbangan antara iman, budaya, dan kemanusiaan.

Namun, kepemimpinannya juga ditandai oleh keterbukaan terhadap tamu dan keyakinan lain. Sinuwun memahami bahwa perbedaan bukan ancaman, melainkan jembatan untuk saling menghormati. Dalam pandangan beliau, seorang pemimpin harus memberi teladan bagaimana hidup berdampingan dalam damai.

Pertemuan Bersejarah dengan Misionaris Katolik

Kisah unik ini berawal ketika Imam Lambertus Prisen bersama beberapa pastor Katolik datang ke Keraton Surakarta Hadiningrat untuk menjalankan misi keagamaan.
Alih-alih menolak, Sinuwun menyambut mereka dengan tangan terbuka.

Beliau bahkan memberikan izin resmi dan tempat tinggal bagi para misionaris tersebut. Rumah yang diberikan bukan sembarang rumah—melainkan milik Sinuwun Pakubuwono VII yang dulu ditempati oleh Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Purbaya.

Sinuwun menyerahkan rumah itu dengan niat baik, agar para imam memiliki tempat beribadah dan tinggal dengan aman di Surakarta.
Langkah ini menjadi bukti nyata sikap inklusif dan welas asih dari seorang raja Muslim Jawa terhadap umat Katolik.

Lahirnya Gereja Katolik Pertama di Surakarta

Rumah yang diberikan oleh Sinuwun itu kemudian menjadi cikal bakal Gereja Katolik Santo Antonius Purbayan, gereja Katolik pertama di Surakarta.
Tempat itu hingga kini berdiri sebagai saksi sejarah toleransi dan dialog lintas agama yang sudah berlangsung lebih dari seabad.

Tindakan Sinuwun ini menjadi peristiwa monumental—di masa ketika hubungan antaragama di berbagai belahan dunia masih sering diwarnai ketegangan, beliau justru menghadirkan teladan nyata bahwa agama sejati adalah tentang kasih dan kemanusiaan.

Vatikan Memberikan Penghargaan

Berita tentang kemurahan hati dan keterbukaan Sinuwun menyebar jauh hingga ke Vatikan.
Sebagai bentuk penghormatan dan apresiasi, Vatikan menganugerahkan medali kehormatan bernama Rosali Medal kepada Pakubuwono IX.

Medali tersebut dikirim langsung sebagai simbol pengakuan atas jasa Sinuwun dalam mendukung misi perdamaian dan kebebasan beragama.
Kalung dengan lambang salib yang dikenakan Sinuwun bukanlah tanda konversi agama, melainkan tanda persahabatan antariman yang lahir dari penghormatan dan kebaikan hati.

Dalam tradisi diplomasi kerajaan, mengenakan hadiah dari tamu luar negeri adalah bentuk etika dan penghargaan. Bagi Sinuwun, mengenakan medali itu bukan berarti mengubah keyakinan, melainkan menghormati sahabat lintas iman yang datang dengan niat baik.

Jejak Toleransi yang Layak Dikenang

Kisah ini kini menjadi bagian penting dari warisan spiritual dan budaya Nusantara.
Pakubuwono IX tidak hanya dikenal sebagai penguasa, tetapi juga tokoh dialog antaragama yang memahami bahwa kekuatan sejati seorang pemimpin terletak pada kemampuannya untuk merangkul, bukan memisahkan.

Gereja Santo Antonius Purbayan yang berdiri hingga hari ini menjadi monumen hidup atas kebijakan Sinuwun—sebuah simbol bahwa kedamaian antarumat bisa tumbuh dari ketulusan hati seorang raja.

Pelajaran dari Sinuwun untuk Indonesia Kini

Di tengah dunia modern yang masih sering diguncang oleh intoleransi dan perpecahan, kisah ini seakan menjadi napas segar dari masa lalu.
Pakubuwono IX mengajarkan bahwa iman tidak membuat manusia tertutup, melainkan menguatkan nilai kemanusiaan universal.

Dari Surakarta ke Vatikan, dari Islam ke Katolik, dari masa lalu ke masa kini —
jejak Sinuwun mengingatkan kita bahwa toleransi bukan kompromi, tapi kemuliaan.***

Baca juga artikel lainnya :

inggris-enggan-mengembalikan-artefak-bersejarah-indonesia