Gula Cakar Majalengka: Si Manis Tradisional yang Kini Mulai Langka

Gula Cakar, pemanis tradisional khas Majalengka berwarna merah muda, kini semakin langka. Warisan sejak era kolonial Belanda ini punya cita rasa unik dan nilai sejarah tinggi.

Oct 27, 2025 - 23:04
 0  4
Gula Cakar Majalengka: Si Manis Tradisional yang Kini Mulai Langka
sumber foto : gg

Eksplora.id - Indonesia dikenal kaya akan warisan kuliner tradisional, dan salah satu yang paling unik berasal dari Kabupaten Majalengka, Jawa Barat — Gula Cakar. Pemanis berwarna merah muda dengan bentuk kotak berpori ini bukan sekadar gula biasa. Ia adalah simbol kreativitas masyarakat lokal sekaligus warisan manis yang mulai terancam punah di tengah gempuran produk modern.


Asal-Usul Gula Cakar: Warisan Manis dari Zaman Kolonial

Sejarah mencatat bahwa Gula Cakar sudah dikenal sejak awal abad ke-20, tepatnya sekitar tahun 1920-an. Saat itu, di wilayah Majalengka berdiri dua pabrik gula besar peninggalan Belanda, yakni Pabrik Gula Kadipaten dan Pabrik Gula Jatiwangi. Melimpahnya produksi gula pasir dari dua pabrik itu membuat masyarakat berkreasi dengan berbagai olahan gula, salah satunya menjadi bentuk unik yang kini dikenal sebagai Gula Cakar.

Nama “Cakar” sendiri muncul karena bentuk permukaannya yang kasar dan berpori menyerupai bekas cakar atau goresan. Gula ini dulu populer di kalangan masyarakat pedesaan sebagai pemanis minuman — terutama teh dan kopi — karena mudah larut dan memberikan rasa manis yang lembut.


Cara Pembuatan Gula Cakar: Sederhana tapi Penuh Keahlian

Proses pembuatan Gula Cakar ternyata tidak serumit yang dibayangkan, namun membutuhkan keahlian dan ketelitian tinggi. Bahan dasarnya hanya gula pasir, soda kue, air, dan pewarna makanan merah muda.
Langkah-langkahnya meliputi:

  1. Gula pasir dilarutkan dalam air mendidih hingga kental.

  2. Pewarna makanan ditambahkan untuk memberikan warna khas merah muda.

  3. Soda kue dimasukkan ke dalam adonan agar terjadi reaksi yang menghasilkan tekstur berpori.

  4. Adonan kemudian dituang ke dalam cetakan, didiamkan hingga mengeras, lalu dipotong kecil berbentuk kubus.

Hasil akhirnya adalah potongan gula bertekstur ringan dan mudah larut, dengan aroma manis yang khas. Dulu, beberapa pengrajin bahkan menggunakan bahan alami dari tanaman untuk memberi warna atau aroma khas — misalnya pandan atau bunga mawar.


Keunikan dan Fungsi Gula Cakar

Selain warnanya yang menarik, keunikan Gula Cakar terletak pada teksturnya yang berpori dan mudah larut, membuatnya praktis digunakan sebagai pemanis dalam berbagai minuman.
Bagi sebagian masyarakat Majalengka, gula ini bukan sekadar bahan dapur, tetapi juga bagian dari identitas lokal dan simbol keakraban — sering dijadikan suguhan bagi tamu atau oleh-oleh khas daerah.

Kini, sebagian masyarakat juga mulai mengkreasikannya dalam bentuk kemasan modern, menjadikannya oleh-oleh khas Majalengka yang cukup digemari wisatawan.


Gula Cakar Kini: Antara Tradisi dan Tantangan

Sayangnya, seiring waktu, keberadaan Gula Cakar semakin langka. Produksi menurun karena semakin sedikit pengrajin yang meneruskan tradisi ini.
Modernisasi dan kemunculan berbagai jenis gula instan serta pemanis buatan membuat permintaan terhadap Gula Cakar menurun drastis.

Beberapa pengrajin yang masih bertahan berada di Desa Munjul dan Desa Palabuan, Kecamatan Sukahaji, Majalengka. Mereka mencoba berinovasi dengan menjual Gula Cakar secara online serta memodernisasi kemasannya agar lebih menarik generasi muda. Namun, tanpa dukungan yang memadai, dikhawatirkan warisan ini bisa benar-benar hilang dari pasaran dalam beberapa tahun mendatang.


Nilai Budaya dan Peluang Ekonomi

Selain memiliki nilai sejarah, Gula Cakar juga menyimpan potensi ekonomi yang besar. Produk ini bisa menjadi oleh-oleh khas daerah dengan nilai jual tinggi jika dikemas secara menarik dan dipasarkan lebih luas.
Apalagi, tren masyarakat kini mulai kembali ke produk alami dan tradisional, termasuk pemanis tanpa bahan pengawet.

Jika pemerintah daerah atau pelaku UMKM serius mengembangkan Gula Cakar sebagai produk unggulan Majalengka, bukan tidak mungkin pemanis tradisional ini bisa menembus pasar nasional, bahkan ekspor.

Program pelatihan bagi generasi muda, dukungan permodalan, dan promosi melalui festival kuliner lokal bisa menjadi langkah nyata untuk menjaga eksistensi Gula Cakar di tengah era modern.


Manis yang Tak Boleh Hilang

Gula Cakar bukan sekadar pemanis, tapi juga jejak sejarah Majalengka. Ia mencerminkan kearifan lokal masyarakat yang mampu mengolah bahan sederhana menjadi sesuatu yang bernilai tinggi.
Kini, saat minuman kekinian dan gula modern semakin mendominasi pasar, keberadaan Gula Cakar seolah menjadi pengingat: bahwa manisnya tradisi tak akan pernah tergantikan oleh modernitas, selama ada yang mau melestarikannya.***

Baca juga artikel lainnya :

luo-han-guo-pemanis-alami-300-kali-lebih-manis-dari-gula-tebu-dan-rendah-kalori