Dana Rp80 Triliun Dividen BUMN Dipakai Beli Obligasi, Publik Pertanyakan Transparansi Danantara

Danantara dikritik karena mengalihkan dana dividen BUMN Rp80 triliun untuk pembelian obligasi. Menkeu Purbaya menegaskan dana tersebut seharusnya masuk ke sektor riil, bukan pasar modal.

Oct 29, 2025 - 23:30
 0  16
Dana Rp80 Triliun Dividen BUMN Dipakai Beli Obligasi, Publik Pertanyakan Transparansi Danantara
sumber foto : gg

Eksplora.id - Penggunaan dana dividen BUMN oleh lembaga pengelola investasi Danantara tengah menjadi sorotan publik. Dari total dana yang disebut mencapai lebih dari Rp80 triliun, sebagian justru dialihkan ke pembelian obligasi, bukan ke proyek strategis nasional sebagaimana mandat awalnya.

Keputusan ini mendapat perhatian tajam karena dilakukan di bawah kepemimpinan Chief Investment Officer (CIO) Pandu Patria Sjahrir, yang juga dikenal sebagai keponakan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.


Tujuan Awal: Membiayai Proyek Strategis Nasional

Danantara dibentuk untuk mengelola hasil dividen BUMN agar dapat digunakan dalam pembiayaan proyek-proyek strategis nasional (PSN). Tujuannya adalah mempercepat pembangunan infrastruktur, menciptakan lapangan kerja, dan memperkuat pertumbuhan ekonomi nasional melalui investasi langsung di sektor riil.

Namun, laporan dari RMOL.id dan DetikFinance menyebutkan bahwa sebagian dana tersebut kini digunakan untuk membeli obligasi. Langkah ini dinilai menyimpang dari arah awal pembentukan lembaga tersebut, karena obligasi tidak memberikan dampak ekonomi langsung seperti pembangunan fisik atau penciptaan lapangan kerja.


Menkeu Kritik: Dana BUMN Harus ke Sektor Riil

Kritik keras datang dari Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, yang menegaskan bahwa dana hasil dividen BUMN seharusnya tidak diputar di pasar modal, melainkan disalurkan ke proyek-proyek produktif yang memberi manfaat langsung bagi masyarakat.

Menurutnya, memarkir uang negara dalam bentuk obligasi memang terlihat aman dan menguntungkan secara finansial, namun tidak sejalan dengan misi pembangunan ekonomi rakyat.

“Uang ini harusnya bergerak untuk membangun, bukan tidur menunggu bunga,” ujar Purbaya dikutip dari DetikFinance.


Pandu Patria: Investasi Obligasi Hanya Bersifat Sementara

Menanggapi kritik tersebut, Pandu Patria Sjahrir menjelaskan bahwa pembelian obligasi dilakukan sebagai langkah sementara untuk menjaga likuiditas dan mendulang keuntungan hingga akhir 2025.
Ia memastikan, dana tersebut nantinya akan dialihkan kembali ke investasi sektor riil sesuai rencana strategis jangka panjang Danantara.

Namun, pernyataan ini belum sepenuhnya meredakan kekhawatiran publik. Banyak pihak menilai bahwa transparansi penggunaan dana publik harus lebih terbuka, terutama karena dana tersebut bersumber dari keuntungan BUMN yang seharusnya kembali kepada rakyat dalam bentuk pembangunan nyata.


Transparansi dan Akuntabilitas Jadi Kunci

Pengamat ekonomi menilai bahwa langkah Danantara bisa dimaklumi dalam konteks pengelolaan portofolio, asalkan disertai transparansi dan laporan kinerja yang jelas. Tanpa itu, kebijakan pembelian obligasi rawan disalahartikan sebagai penyimpangan arah investasi.

Selain itu, hubungan keluarga antara pejabat tinggi negara dan pimpinan lembaga investasi negara menjadi faktor yang menambah sorotan publik, meski tidak otomatis menunjukkan adanya pelanggaran hukum.


Kasus ini membuka kembali perdebatan tentang arah dan pengawasan pengelolaan dana publik di sektor BUMN. Dana sebesar Rp80 triliun bukan jumlah kecil, dan setiap keputusan investasi harus bisa dijelaskan manfaatnya bagi masyarakat.

Ke depan, publik berharap Danantara lebih transparan dalam pelaporan dan penggunaan dananya, agar tidak menimbulkan persepsi negatif serta memastikan seluruh kebijakan investasi tetap sesuai dengan tujuan pembangunan nasional.***

Baca juga artikel lainnya :

purbaya-effect-jadi-katalis-melesatnya-ihsg-namun-bayang-bayang-fed-rate-hike-masih-mengintai