Siswi SMP di Bandar Lampung Putus Sekolah karena Dua Tahun Dibully, Sekolah Dinilai Abaikan Pengaduan

Kasus siswi SMP di Bandar Lampung yang putus sekolah karena dibully teman-temannya menyoroti lemahnya penanganan bullying di sekolah. Pemerintah diminta turun tangan.

Oct 23, 2025 - 08:40
 0  11
Siswi SMP di Bandar Lampung Putus Sekolah karena Dua Tahun Dibully, Sekolah Dinilai Abaikan Pengaduan
sumber foto : sekolah kita

Eksplora.id - Kasus perundungan atau bullying kembali terjadi di dunia pendidikan. Seorang siswi di Kota Bandar Lampung terpaksa berhenti sekolah setelah menjadi korban bullying selama dua tahun. Kasus ini menuai perhatian publik dan menyoroti lemahnya penanganan bullying di lingkungan sekolah negeri.

Siswi tersebut adalah Gina Dwi Sartika (16), mantan siswa SMP Negeri 13 Bandar Lampung. Ia mengaku sering mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari teman-temannya sejak duduk di kelas 1 SMP. Bentuk perundungan yang dialaminya bukan hanya ejekan, tetapi juga hinaan terhadap pekerjaan orang tuanya yang bekerja sebagai pemulung dan tukang rongsokan.

“Saya sering dihina karena orang tua saya kerja jadi pemulung. Setiap hari rasanya nggak tenang di sekolah,” kata Gina saat ditemui di rumahnya di kawasan belakang SMKN 8 Bandar Lampung.

Akibat tekanan psikologis yang berat, Gina akhirnya memutuskan untuk berhenti sekolah. Ia juga mengaku sempat mengadukan kejadian itu kepada pihak sekolah, namun merasa tidak mendapat perlindungan yang cukup.


Bullying yang Diabaikan Sekolah

Kasus yang menimpa Gina memperlihatkan bagaimana sistem perlindungan terhadap siswa korban bullying masih lemah. Sejumlah orang tua dan warga sekitar menilai, sekolah seharusnya memiliki mekanisme yang lebih cepat dan tanggap dalam menangani kasus semacam ini.

Sayangnya, pihak SMPN 13 Bandar Lampung belum memberikan penjelasan resmi terkait dugaan kelalaian dalam penanganan laporan bullying tersebut. Hingga kini, belum diketahui langkah konkret apa yang diambil sekolah untuk mencegah kasus serupa terulang.


Dampak Psikologis dan Sosial yang Berat

Bullying yang berlangsung dalam jangka panjang bukan hanya berdampak pada prestasi akademik siswa, tetapi juga mengganggu kesehatan mental dan rasa percaya diri korban. Dalam kasus Gina, perundungan yang terus-menerus membuatnya kehilangan semangat belajar dan menarik diri dari lingkungan sosial.

Menurut data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), kasus kekerasan terhadap anak di lingkungan pendidikan terus meningkat setiap tahun. Sebagian besar korban mengalami gangguan emosional seperti stres, cemas, hingga trauma berat yang membuat mereka enggan kembali bersekolah.

Psikolog anak juga menegaskan pentingnya intervensi dini agar korban tidak kehilangan arah pendidikan. Sekolah perlu memiliki unit layanan konseling aktif dan bekerja sama dengan orang tua untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman dan suportif.


Seruan Evaluasi untuk Dinas Pendidikan

Kasus Gina menjadi peringatan keras bagi Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung untuk mengevaluasi sistem pelaporan dan penanganan bullying di sekolah. Diperlukan kebijakan yang jelas agar siswa berani melapor tanpa takut mendapat tekanan dari lingkungan sekitar.

Beberapa langkah yang bisa diterapkan antara lain:

  • Membentuk tim anti-bullying di setiap sekolah,

  • Mengadakan pelatihan guru dan siswa tentang empati serta literasi sosial,

  • Menyediakan konselor profesional bagi siswa,

  • Membangun sistem pelaporan rahasia agar korban merasa aman.

Pendidikan seharusnya menjadi tempat yang aman dan menyenangkan bagi semua anak. Ketika seorang siswa harus berhenti sekolah karena trauma, itu berarti ada yang keliru dalam sistem pendidikan yang berjalan.


Harapan untuk Masa Depan Gina

Kini, Gina tinggal di rumah bersama keluarganya dan belum melanjutkan pendidikan. Ia berharap dapat kembali bersekolah tanpa rasa takut dan diterima dengan lebih baik oleh teman-temannya.

“Saya masih ingin sekolah lagi, tapi takut dibully lagi. Kalau bisa, saya mau pindah sekolah yang lebih baik,” ucap Gina lirih.

Kasus ini menjadi pengingat bahwa bullying bukan sekadar candaan atau ejekan, tetapi kekerasan sosial yang dapat menghancurkan masa depan seseorang. Semua pihak — sekolah, guru, orang tua, dan pemerintah — perlu bekerja sama menciptakan lingkungan belajar yang bebas dari kekerasan.***

Baca juga artikel lainnya :

dari-adiwiyata-hingga-sekolah-mandiri-indonesia-mulai-bergerak-menuju-green-school