Produsen dan Pengedar Produk Farmasi serta Alat Kesehatan Tak Sesuai Standar Bisa Kena Sanksi Pidana
Produsen dan pengedar produk farmasi atau alat kesehatan wajib memenuhi standar mutu dan keamanan. Jika melanggar, pelaku bisa dijerat sanksi pidana sesuai aturan undang-undang. Berikut penjelasannya.

Eksplora.id - Pemerintah menegaskan bahwa setiap produsen dan pengedar produk farmasi maupun alat kesehatan wajib mematuhi standar mutu, keamanan, dan kemanfaatan sesuai ketentuan yang berlaku.
Kelonggaran sedikit saja bisa berakibat fatal — baik bagi keselamatan masyarakat maupun bagi keberlangsungan bisnis pelaku usaha itu sendiri.
Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terus memperketat pengawasan terhadap peredaran produk ilegal dan tidak sesuai standar di pasaran.
Pelaku usaha yang terbukti melanggar dapat dikenakan sanksi administratif hingga pidana berat.
Produk Farmasi dan Alkes Harus Memenuhi Standar Mutu
Produk farmasi dan alat kesehatan termasuk kategori produk berisiko tinggi karena langsung berkaitan dengan kesehatan manusia.
Oleh sebab itu, setiap produsen wajib memenuhi standar berikut:
-
Memiliki izin edar dari BPOM atau Kemenkes.
-
Mematuhi Good Manufacturing Practice (GMP) atau Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
-
Menjamin keamanan, mutu, dan kemanfaatan produk sebelum diedarkan.
-
Memastikan distribusi dilakukan oleh pihak yang memiliki izin resmi.
Bila standar tersebut diabaikan, produk dapat dikategorikan ilegal atau tidak layak edar, dan ini menjadi dasar hukum untuk penindakan.
Sanksi Bagi Pelanggaran: Dari Administratif hingga Pidana
Sanksi yang dijatuhkan bagi produsen atau pengedar produk farmasi dan alat kesehatan tidak sesuai standar cukup berat.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pelanggar bisa dikenai hukuman sebagai berikut:
-
Sanksi Administratif
-
Peringatan tertulis.
-
Penghentian sementara kegiatan produksi atau distribusi.
-
Pencabutan izin edar atau izin usaha.
-
-
Sanksi Pidana
Berdasarkan Pasal 196 dan 197 UU Kesehatan, pelaku dapat dijerat:-
Pidana penjara hingga 10 tahun, dan/atau
-
Denda hingga Rp1 miliar bagi yang memproduksi atau mengedarkan obat tanpa izin edar atau tidak memenuhi standar.
-
Selain itu, Pasal 201 juga menegaskan ancaman hukuman bagi setiap orang yang menyalahgunakan izin atau memalsukan produk kesehatan.
Dampak Nyata: Ancaman bagi Kesehatan Publik
Peredaran produk farmasi atau alat kesehatan tanpa standar bisa berdampak serius bagi masyarakat.
Efek samping yang tidak diukur, dosis tidak sesuai, atau alat medis berkualitas rendah dapat menyebabkan keracunan, gangguan organ, bahkan kematian.
BPOM mencatat, setiap tahun ditemukan ratusan kasus produk obat, suplemen, dan alat kesehatan ilegal yang disita dari pasar maupun penjualan daring.
Sebagian besar berasal dari pelaku usaha yang mengabaikan standar mutu dan izin edar resmi.
Upaya Pemerintah: Pengawasan dan Edukasi
BPOM bersama Kementerian Kesehatan terus melakukan inspeksi, penarikan produk, dan edukasi masyarakat.
Langkah ini dilakukan untuk memastikan setiap produk yang beredar aman digunakan dan sesuai regulasi.
Selain itu, pelaku usaha juga diimbau:
-
Melaporkan produk baru untuk proses registrasi.
-
Memastikan label dan informasi produk sesuai ketentuan.
-
Menjaga transparansi rantai distribusi agar mudah dilacak.
Pesan BPOM jelas:
“Lebih baik menunda peluncuran produk daripada menanggung risiko hukum dan kehilangan kepercayaan masyarakat.”
Patuh Standar, Aman Bisnisnya
Menjalankan bisnis farmasi dan alat kesehatan bukan hanya soal laba, tapi juga tanggung jawab terhadap keselamatan publik.
Kepatuhan terhadap standar mutu, izin edar, dan pengawasan distribusi adalah syarat mutlak.
Produsen atau pengedar yang mengabaikan aturan tidak hanya merugikan konsumen, tapi juga bisa berakhir di meja hijau.
Dengan mengikuti standar dan regulasi, pelaku usaha justru bisa membangun reputasi jangka panjang dan menjaga keberlanjutan bisnisnya.
Baca juga artikel lainnya :
2-juta-wni-pilih-berobat-ke-luar-negeri-devisa-negara-hilang-triliunan