Prabowo di Panggung Dunia: “Seruan Indonesia untuk Harapan”
Presiden Prabowo Subianto tampil di Sidang Umum PBB ke-80 dengan pidato bertajuk “Seruan Indonesia untuk Harapan”. Ia menegaskan dukungan pada solusi dua negara untuk Palestina, menawarkan hingga 20 ribu pasukan perdamaian bagi PBB, dan memaparkan capaian swasembada pangan serta target net zero emission 2060. Pidato tersebut menunjukkan ambisi Indonesia sebagai aktor global, sekaligus menimbulkan ekspektasi besar atas implementasi nyata di dalam negeri. Penutup pidato dengan salam multireligius “Om Shanti, Shanti, Shanti Om” viral dan diapresiasi luas, menjadi simbol toleransi dan diplomasi damai Indonesia.

Eksplora.id — Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto hari Selasa (23/9/2025) tampil di depan Sidang Umum PBB ke-80 di New York dengan pidato penuh semangat, menegaskan posisi diplomasi Indonesia di panggung global serta ambisi strategis pemerintah dalam beberapa bidang penting.
Dalam pidatonya, Prabowo memilih tema “Seruan Indonesia untuk Harapan” sebagai kerangka besar yang merangkai semua gagasan diplomasi dan domestik yang ingin dibawanya ke dunia internasional. Ia mengawali dengan pengingat universal: manusia berbeda suku, agama, kebangsaan, namun tetap satu keluarga manusia yang diciptakan setara, dengan hak-hak yang tak dapat dicabut.
Inti Pidato: Keadilan Global, Palestina, dan Multilateralisme
Beberapa poin kunci yang disoroti Prabowo antara lain:
-
Keadilan untuk Palestina / Solusi Dua Negara
Prabowo menegaskan Indonesia tidak boleh diam saat Palestina “ditolak keadilan dan legitimasi.” Ia menyatakan dukungan kuat terhadap solusi dua negara (Two-State Solution), sambil menekankan bahwa kemerdekaan Palestina harus diimbangi dengan jaminan keamanan bagi Israel. -
Kontribusi Indonesia untuk Perdamaian Internasional
Tidak sekadar retorika, Prabowo menyatakan kesiapannya untuk mengerahkan pasukan penjaga perdamaian (peacekeeping) jika Dewan Keamanan dan PBB menghendakinya — dengan angka ambisius: hingga 20.000 personel pun disebut dapat dikerahkan. Indonesia juga menawarkan kontribusi finansial dalam misi-misi perdamaian global. -
Ketahanan Pangan & Bergesernya Paradigma Energi
Di sektor domestik, Prabowo menyampaikan bahwa Indonesia kini telah mencapai produksi padi dan cadangan gabah tertinggi sepanjang sejarah, serta bahkan telah mengekspor beras ke negara-negara yang membutuhkan, termasuk Palestina. Ia juga menggarisbawahi bahwa Indonesia akan mulai menggeser pembangunan berbasis bahan bakar fosil menuju energi terbarukan, dan menargetkan mencapai net zero emission (emisi nol bersih) pada 2060 — dengan kesungguhan bahwa langkah itu bisa dicapai lebih cepat. -
Ancaman Perubahan Iklim & Pembangunan Infrastruktur Hijau
Prabowo menyebut bahwa wilayah pesisir ibu kota telah mengalami kenaikan permukaan laut sekitar 5 cm per tahun, sehingga pembangunan “giant sea wall” sepanjang 480 kilometer menjadi keharusan, meski pengerjaannya butuh waktu hingga dua dekade. Ia juga menyebut program penanaman kembali (reforestasi) pada lahan kritis seluas 12 juta hektar sebagai bagian dari transformasi hijau Indonesia. -
Komitmen terhadap PBB & Tatanan Multilateral
Prabowo mengulang bahwa Indonesia tetap mendukung multilateralisme dan institusi PBB sebagai wadah penegakan perdamaian, hak asasi manusia, dan keadilan global. Ia juga menyindir doktrin “kuat berbuat semaunya, yang lemah menanggung” (yang dikutip Thucydides) sebagai sesuatu yang harus ditolak oleh komunitas internasional.
Dengan kata lain, pidato Prabowo ingin menunjukkan bahwa Indonesia tidak lagi sekadar “penonton” di panggung diplomasi global, tetapi ingin menjadi “aktor pihak yang bertanggung jawab” — yang turut mengambil beban, memberi bantuan, dan memperjuangkan keadilan.
Kebijakan Nasional dalam Pidato & Sinkronisasi dengan Agenda Pemerintah
Pidato tersebut bukan hanya seremonial, melainkan mencerminkan arah kebijakan strategis Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Prabowo:
-
Ketahanan pangan
Pernyataan bahwa Indonesia kini swasembada padi dan mengekspor beras menegaskan ambisi pemerintah agar Indonesia bukan hanya mandiri pangan, tetapi juga menjadi penyokong pangan kawasan. Ini sejalan dengan target jangka menengah yang selama ini digaungkan pemerintah. -
Transisi energi & iklim
Dengan penekanan pada percepatan energi terbarukan dan net zero emission, pidato ini memacu publik dan sektor industri agar segera bersiap menjawab tantangan mitigasi dan adaptasi iklim. -
Infrastruktur adaptif
Pembangunan tembok laut sepanjang 480 km serta reforestasi ekstensif menjadi bagian dari strategi adaptasi Indonesia terhadap kenaikan permukaan laut dan kerusakan lingkungan. -
Diplomasi aktif & perdamaian global
Komitmen untuk ikut dalam misi perdamaian PBB dan kontribusi finansial menunjukkan bahwa Indonesia akan memperkuat diplomasi “actionable” — dari sekadar menyuarakan, ke “bertindak nyata”. -
Peningkatan citra global
Melalui posisi tegas di PBB, pemerintah berharap citra Indonesia sebagai negara dengan kepedulian global dan kepemimpinan moral akan terangkat, memberi leverage diplomasi di berbagai forum internasional.
Potensi Dampak bagi Indonesia
Pidato dan posisi ini bisa membawa beberapa implikasi penting:
-
Peningkatan soft power
Terutama di negara-negara muslim dan dunia berkembang, Indonesia dapat dipandang sebagai negara yang vokal memperjuangkan keadilan global, khususnya Palestina. -
Tekanan implementasi domestik
Janji-janji besar soal energi bersih, produksi pangan, dan infrastruktur iklim akan memunculkan ekspektasi publik tinggi terhadap daya kerja pemerintah dalam realisasinya. -
Tantangan fiskal dan sumber daya
Untuk mendanai proyek besar seperti tembok laut dan kontribusi finansial misi perdamaian, pemerintah perlu menyeimbangkan prioritas anggaran, investasi, dan pengelolaan utang. -
Diplomasi lonjakan harapan
Negara lain akan mengamati apakah Indonesia mampu menyelaraskan antara pidato berani dengan tindakan nyata di lapangan — misalnya sejauh mana kontribusi pasukan perdamaian, atau keberlanjutan ekspor pangan ke negara krisis. -
Komentar politik dalam negeri
Pidato akan menjadi amunisi bagi kalangan oposisi maupun pendukung untuk menguji kredibilitas Pemerintah dalam janji-janji “hidup dan kebijakan” dibanding sekadar retorika internasional.
Salam Penutup Viral: “Om Shanti, Shanti, Shanti Om”
Salah satu bagian pidato yang langsung jadi perhatian media global adalah salam penutup multireligius dari Prabowo:
“Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Shalom, Om shanti shanti shanti om.
Namo Budaya.
Thank you very much.
May God bless us all, may peace be upon us. Thank you very much.”
Salam “Om shanti, shanti, shanti om” langsung menjadi sorotan media India dan media internasional karena mengandung nuansa damai dari tradisi spiritual Hinduisme/Sanatana. Media India menyebut bahwa salam tersebut mencerminkan “harmoni antaragama” yang diapresiasi luas di negara tersebut. Selain itu, media Israel juga menyoroti salam multireligi tersebut sebagai ekspresi sikap inklusif kepala negara Indonesia di forum diplomasi PBB.
Salam multireligi ini menjadi simbol bahwa pidato Prabowo tidak hanya menyasar publik Indonesia, tetapi juga disiapkan untuk resonansi budaya di panggung global — menyiratkan bahwa Indonesia mengusung pesan perdamaian dan inklusi dalam diplomasi.
Penutup & Catatan Redaksi
Pidato Presiden Prabowo di Sidang Umum PBB kemarin bukan sekadar penampilan simbolis: ia berisi gagasan kebijakan domestik, aspirasi global, dan strategi diplomasi baru. Bahwa harapan besar kini diletakkan pada seberapa cepat dan konsisten pemerintah bisa mengubah kata menjadi tindakan nyata — dari ekspor pangan, transisi energi, kontribusi perdamaian, hingga perlindungan terhadap lingkungan dan masyarakat pesisir.
Salam penutupnya yang multireligius menjadi viral — bukan hanya karena keunikan, tetapi karena simbol nilai toleransi dan keragaman yang — jika diikuti dengan kebijakan nyata — bisa menjadi kekuatan diplomasi Indonesia ke depan.
Terus ikuti Eksplora.id untuk liputan mendalam lanjutan: implementasi kebijakan pasca pidato, reaksi internal, dan pengaruhnya bagi posisi Indonesia di mata dunia.