Harga Rokok Naik, Konsumsi Tetap Tinggi: Dirjen Bea Cukai Akui Perokok Cari Jalan Agar Tetap Bisa Merokok
Dirjen Bea Cukai Djaka Budhi Utama menyebut kenaikan harga rokok tidak cukup menahan konsumsi. Perokok tetap mencari rokok murah atau ilegal karena budaya merokok yang mengakar kuat di masyarakat.
Eksplora.id - Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Djaka Budhi Utama, menyampaikan bahwa kenaikan harga rokok tidak sepenuhnya berhasil menurunkan konsumsi masyarakat. Budaya merokok yang sudah mengakar kuat membuat para perokok tetap mencari cara untuk memenuhi kebiasaan tersebut, meskipun tarif cukai terus dinaikkan oleh pemerintah.
Pernyataan ini disampaikan Djaka dalam rapat bersama Komisi XI DPR, sebagaimana dikutip pada Selasa (25/11/2025).
Budaya Merokok Terlalu Kuat untuk Dibendung Harga
Menurut Djaka, kenaikan tarif cukai yang memicu naiknya harga rokok ternyata tidak membuat konsumsi turun secara signifikan. Perokok, kata dia, sudah terbiasa menjadikan rokok sebagai bagian dari rutinitas, sehingga faktor harga tidak lagi menjadi alasan utama untuk berhenti.
“Masyarakat sepertinya sudah jenuh dengan tingkat harga rokok, sehingga yang penting mereka mulutnya ini berasap. Jadi, tidak memperhatikan apakah itu mahal atau tidak,” ujar Djaka.
Kebiasaan tersebut membuat perokok tetap mencari alternatif ketika harga rokok naik, bukan berhenti merokok.
Rokok Murah dan Ilegal Jadi Pelarian
Salah satu fenomena yang disoroti adalah meningkatnya pencarian rokok murah, termasuk yang tidak memenuhi standar atau bahkan rokok ilegal.
Rokok ilegal seringkali menggunakan pita cukai palsu atau tidak bercukai, sehingga harganya jauh lebih rendah. Kondisi ini tidak hanya menghambat upaya pemerintah mengendalikan konsumsi rokok, tetapi juga merugikan negara dari sisi penerimaan cukai.
Kebutuhan untuk tetap “berasap”, kata Djaka, mendorong sebagian perokok untuk:
-
membeli rokok batang eceran,
-
beralih ke merek kelas rendah, atau
-
membeli rokok tanpa cukai dari pasar gelap.
Kebijakan Kenaikan Cukai Tidak Cukup Tanpa Penegakan Hukum
Pemerintah selama ini telah mengandalkan kenaikan tarif cukai sebagai instrumen pengendalian konsumsi rokok. Namun, Djaka menilai bahwa kebijakan fiskal saja tidak cukup. Penegakan hukum terhadap peredaran rokok ilegal harus berjalan secara agresif agar dampaknya lebih terasa.
Selain itu, edukasi masyarakat mengenai bahaya merokok tetap menjadi faktor penting untuk mendorong perubahan perilaku secara jangka panjang.
Tantangan Pemerintah: Mengendalikan Konsumsi di Tengah Pasar Gelap
Konsumsi rokok di Indonesia masih termasuk yang tertinggi di dunia. Dengan pasar gelap yang terus berkembang, pemerintah menghadapi tantangan ganda:
-
menekan peredaran rokok ilegal,
-
sekaligus memastikan kebijakan cukai tetap efektif sebagai alat pengendalian.
Pengamat ekonomi kesehatan menilai bahwa strategi yang lebih komprehensif dibutuhkan—mulai dari sosialisasi yang lebih masif, pengetatan peredaran produk tembakau, hingga alternatif bagi petani tembakau.**
Baca juga artikel lainnya :
menteri-keuangan-siapkan-tarif-cukai-khusus-untuk-produsen-rokok-ilegal-berlaku-desember-2025

