Mengenang Penemu Ikan Mujair: Dari Masa Kolonial, Pendudukan Jepang, hingga Orde Baru

Kisah Mudjair, penemu ikan mujair, dari masa kolonial hingga Orde Baru. Dari budidaya sederhana hingga jadi sumber pangan nasional yang menyebar ke seluruh Indonesia.

Dec 2, 2025 - 12:10
 0  3
Mengenang Penemu Ikan Mujair: Dari Masa Kolonial, Pendudukan Jepang, hingga Orde Baru
Sumber foto : Instagram

Eksplora.id - Ikan mujair adalah salah satu ikan air tawar yang paling akrab di meja makan masyarakat Indonesia. Rasanya gurih, mudah dibudidayakan, dan menjadi sumber protein murah bagi berbagai kalangan. Namun, tidak banyak yang benar-benar mengenal sejarah panjang ikan ini, termasuk sosok penemunya, Mudjair, seorang tokoh yang namanya kini melekat abadi pada spesies ikan tersebut.

Kisah tentang ikan mujair bukan sekadar cerita kuliner. Ia adalah bagian dari perjalanan sosial, kolonialisme, perang, dan pembangunan nasional. Dari masa Hindia Belanda hingga Orde Baru, ikan ini memainkan peran penting dalam ketahanan pangan, budidaya perikanan, dan pemberdayaan masyarakat desa.


Awal Penemuan: Mudjair dan Ikan yang Mengubah Hidupnya

Mudjair adalah seorang penduduk lokal yang tinggal di wilayah pantai selatan Jawa pada era kolonial. Ia dikenal sebagai sosok yang tekun dan dekat dengan alam. Suatu hari, ia menemukan sejenis ikan yang belum dikenal masyarakat setempat karena sifatnya yang mampu berkembang biak dengan cepat dan mudah dipelihara.

Dengan rasa ingin tahu, Mudjair mulai membudidayakannya di kolam sederhana. Hasilnya menakjubkan. Ikan itu tumbuh pesat, cepat beranak, dan menjadi sumber pangan baru bagi warga sekitar. Berkat ketekunan dan inovasinya, ikan tersebut dikenal sebagai ikan mujair, mengambil nama langsung dari sang penemunya.

Kepopuleran ikan ini segera menyebar, dan kabar tersebut sampai ke telinga pemerintah kolonial yang kemudian menaruh perhatian besar pada potensi budidayanya. Namun, babak baru muncul saat pendudukan Jepang tiba di Nusantara.


Pendudukan Jepang: Mujair Menjadi Pasokan Pangan Strategis

Selama pendudukan Jepang (1942–1945), kebutuhan pangan untuk tentara dan masyarakat menjadi prioritas penting. Jepang melihat ikan mujair sebagai sumber protein murah dan cepat diperbanyak. Buku Tilapia: Biology, Culture, and Nutrition yang disunting oleh Carl D. Webster dan Chhorn Lim mencatat bahwa pasukan Jepang tidak hanya mengonsumsi ikan mujair, tetapi juga membawa dan membudidayakannya di berbagai daerah Nusantara.

Tambak dan kolam dibuka di banyak wilayah, dan mujair menjadi salah satu spesies ikan yang disebarkan secara masif. Tindakan ini mempercepat persebaran mujair ke seluruh Indonesia.

Dalam periode ini pula, pemerintah pendudukan Jepang mengakui jasa besar Mudjair sebagai penemu dan pengembang awal ikan tersebut. Ia bahkan diangkat sebagai pegawai negeri, sebuah penghargaan prestisius pada masa itu. Menariknya, jabatan itu diberikan tanpa beban kerja berat—sebuah bentuk penghormatan kepada kontribusinya dalam menjaga ketahanan pangan.


Era Orde Baru: Mujair Tetap Jadi Andalan Rakyat

Setelah Indonesia merdeka dan memasuki masa Orde Baru, ikan mujair tetap memiliki tempat istimewa dalam program ketahanan pangan nasional. Pada 1982, pemerintah melalui program Pelita IV 1984–1989 melaksanakan pengembangan aneka ikan konsumsi, termasuk mujair.

Bibit mujair disebarkan secara besar-besaran ke:

– kolam-kolam pekarangan,
– embung dan waduk desa,
– serta lahan perikanan rakyat di berbagai provinsi.

Program ini bertujuan meningkatkan gizi masyarakat sembari membuka peluang ekonomi bagi keluarga di pedesaan. Budidaya ikan mujair menjadi mata pencaharian sampingan yang digemari karena modalnya kecil, perawatannya mudah, dan hasil panennya cepat.

Hingga dekade 1990-an, mujair masih menjadi salah satu ikan paling populer di pasar tradisional dan rumah makan. Ia juga menjadi inspirasi bagi pengembangan sistem perikanan air tawar sederhana yang masih diterapkan hingga hari ini.


Warisan Mudjair untuk Indonesia

Sosok Mudjair mungkin tidak tercatat luas dalam buku pelajaran sekolah, tetapi jejak inovasinya nyata. Ia adalah contoh bagaimana pengetahuan lokal dapat berkembang menjadi kontribusi besar bagi bangsa. Dari temuan sederhana seorang warga desa, muncullah satu spesies ikan yang berperan penting dalam ketahanan pangan nasional selama puluhan tahun.

Mujair bukan sekadar ikan konsumsi. Ia adalah simbol kreativitas rakyat, bukti bahwa inovasi sederhana dapat memiliki dampak luas, dan cerita sejarah yang memperlihatkan bagaimana pangan lokal mampu melewati masa kolonial, pendudukan, hingga pembangunan modern.

Hingga kini, mujair tetap menjadi salah satu ikan favorit masyarakat Indonesia. Dan setiap kali namanya disebut, kita seolah mengingat kembali seorang pria desa bernama Mudjair—sosok sederhana yang memberikan warisan besar bagi negeri ini.**

Baca juga artikel lainnya :

ikan-gua-buta-dari-klapanunggal-resmi-dikenali-sebagai-spesies-baru