Ternyata 45% Bahan Baku Kendaraan Listrik Dunia Bersumber dari Indonesia!
Tahukah kamu bahwa hampir separuh bahan baku kendaraan listrik (electric vehicle/EV) di dunia berasal dari Indonesia?

Eksplora.id - Tahukah kamu bahwa hampir separuh bahan baku kendaraan listrik (electric vehicle/EV) di dunia berasal dari Indonesia? Ya, sekitar 45% cadangan nikel dunia—yang merupakan komponen kunci dalam baterai lithium-ion—tersimpan di tanah air kita. Fakta ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu pemain strategis dalam transisi global menuju energi hijau. Tapi anehnya, bahan baku tersebut tidak diolah di sini. Sebagian besar justru dikirim ke China untuk diproses lebih lanjut. Kok bisa?
Yuk kita bedah bersama, mulai dari apa yang sebenarnya terjadi di balik layar industri ini, sampai kenapa Indonesia belum bisa menjadi pemain utama di industri baterai EV global—padahal punya modal besar.
Nikel: Si Harta Karun dari Tanah Indonesia
Baterai lithium-ion, yang digunakan pada mobil listrik, ponsel pintar, hingga laptop, memerlukan beberapa bahan baku penting. Di antaranya: lithium, kobalt, grafit, mangan, dan tentu saja nikel. Nah, nikel sangat penting karena bisa meningkatkan kepadatan energi baterai, membuat EV bisa melaju lebih jauh dalam satu kali pengisian daya.
Menurut data dari US Geological Survey (USGS), Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, dengan potensi mencapai lebih dari 21 juta ton. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai eksportir utama bahan mentah untuk industri baterai global, termasuk untuk produsen besar seperti Tesla, BYD, dan CATL.
Jadi, Kenapa Diolah di China?
Kalau Indonesia punya bahan bakunya, kenapa justru China yang untung besar?
Jawabannya ada pada rantai pasok global dan kemampuan hilirisasi. Meskipun Indonesia kaya akan sumber daya mentah, kita masih belum cukup kuat dalam hal pengolahan lanjutan (hilirisasi industri)—khususnya untuk produk seperti sel baterai atau baterai siap pakai.
China, di sisi lain, memiliki ekosistem industri baterai EV paling lengkap di dunia, mulai dari smelter, fasilitas pemurnian, hingga pabrik produksi baterai dan mobil listrik. Jadi, bahan mentah dari Indonesia biasanya:
-
Ditambang dan dikirim ke China
-
Diolah menjadi produk antara seperti mixed hydroxide precipitate (MHP) atau nickel sulfate
-
Diubah menjadi precursor cathode active material (PCAM)
-
Diproduksi menjadi sel baterai
-
Dipasang di mobil-mobil listrik seperti Tesla, BYD, atau NIO
Proses tersebut bukan hanya memberikan nilai tambah yang besar, tapi juga menciptakan lapangan kerja dan pendapatan yang tinggi untuk negara pengolah—dalam hal ini China.
Upaya Indonesia untuk Naik Kelas
Kondisi ini tentu menjadi perhatian serius pemerintah. Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia gencar mendorong hilirisasi industri nikel agar tidak terus-terusan menjadi “penonton” di industri kendaraan listrik global.
Pemerintah bahkan melarang ekspor bijih nikel mentah sejak Januari 2020, untuk memastikan nilai tambah tetap berada di dalam negeri. Selain itu, Indonesia juga sudah menarik sejumlah investasi besar dari perusahaan asing seperti LG Energy Solution, CATL (China), dan Tesla untuk membangun pabrik baterai EV di Indonesia.
Contohnya, proyek pembangunan Indonesia Battery Corporation (IBC) adalah bentuk kolaborasi BUMN seperti Antam, PLN, dan Pertamina dalam mengembangkan industri baterai dari hulu ke hilir.
Tantangan Masih Banyak
Meski langkah Indonesia untuk membangun industri EV patut diapresiasi, jalan yang harus ditempuh masih panjang. Beberapa tantangan yang dihadapi antara lain:
-
Kurangnya teknologi dan SDM terampil dalam proses pengolahan lanjutan
-
Ketergantungan pada investasi asing
-
Isu lingkungan terkait limbah industri nikel
-
Perizinan dan birokrasi yang sering dianggap menghambat
Belum lagi, negara-negara besar seperti Uni Eropa dan Amerika Serikat mulai mengatur standar ketat terkait energi bersih dan keberlanjutan. Jika proses pengolahan nikel di Indonesia dianggap tidak ramah lingkungan, bisa jadi bahan kita akan sulit diterima di pasar global.
Masa Depan di Tangan Kita
Fakta bahwa 45% bahan baku kendaraan listrik dunia berasal dari Indonesia seharusnya menjadi katalis semangat nasional. Ini peluang besar untuk menciptakan kemandirian ekonomi, menciptakan lapangan kerja baru, dan bahkan memimpin revolusi kendaraan listrik di Asia Tenggara.
Namun, semua itu hanya bisa tercapai jika kita serius dalam membangun infrastruktur industri, memperkuat regulasi yang pro-lingkungan, dan mengembangkan riset dan pendidikan teknologi yang mendukung transformasi ini.
Jadi, ke depan, bukan tak mungkin—mobil listrik masa depan bukan hanya menggunakan bahan baku dari Indonesia, tapi juga diproduksi di Indonesia, oleh orang Indonesia, dan untuk dunia.
Kalau kamu punya kendaraan listrik, sekarang kamu tahu: sebagian dari baterainya kemungkinan besar berasal dari nikel Indonesia. ????????????
Dan siapa tahu, 10 tahun lagi, kita tak hanya jadi “penyedia bahan”, tapi juga jadi pemain utama di panggung kendaraan listrik global.
Baca juga artikel lainnya :