Kertas Daluang, Warisan Nusantara yang Terancam Punah
Di tengah modernisasi dan digitalisasi yang kian menggeliat, Indonesia ternyata menyimpan satu warisan budaya yang mulai dilupakan, padahal nilainya sangat tinggi dan termasuk langka di dunia.

Eksplora.id - Di tengah modernisasi dan digitalisasi yang kian menggeliat, Indonesia ternyata menyimpan satu warisan budaya yang mulai dilupakan, padahal nilainya sangat tinggi dan termasuk langka di dunia. Ia adalah kertas daluang, sehelai lembar tipis hasil olahan kulit kayu yang dulunya menjadi bagian penting dari tradisi tulis-menulis di Nusantara. Dikenal juga dengan sebutan saeh di beberapa daerah, kertas ini bukan hanya media tulis, tetapi juga cerminan peradaban, spiritualitas, dan kearifan lokal masyarakat Indonesia.
Apa Itu Kertas Daluang?
Daluang adalah kertas tradisional yang dibuat dari kulit kayu pohon mulberry (Broussonetia papyrifera), sejenis pohon yang juga digunakan di Jepang untuk membuat kertas washi. Namun, daluang memiliki kekhasan tersendiri karena proses pembuatannya yang khas Indonesia, serta fungsinya yang selama berabad-abad digunakan untuk menulis naskah kuno, kitab suci, hingga surat-surat kerajaan.
Pembuatan daluang tidak melibatkan mesin atau teknologi modern. Kulit pohon dikuliti, direndam dalam air, dipukul-pukul dengan alat pemukul dari kayu sampai seratnya menyatu, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari. Proses ini bisa memakan waktu berhari-hari, tergantung pada cuaca dan ketebalan kertas yang diinginkan. Yang menarik, meskipun dibuat dari bahan alami dan tanpa bahan kimia, daluang sangat awet. Banyak naskah kuno berusia ratusan tahun yang ditulis di atas daluang masih bisa dibaca hingga sekarang.
Nilai Budaya dan Sejarah yang Tinggi
Daluang bukan sekadar media tulis, melainkan juga saksi bisu sejarah Indonesia. Banyak manuskrip kuno dari Keraton Yogyakarta, Surakarta, hingga pesantren-pesantren tua di Jawa dan luar Jawa ditulis di atas daluang. Naskah-naskah keagamaan, kitab tafsir, kitab fikih, hingga ilmu pengobatan dan astrologi tersimpan rapi dalam gulungan atau lipatan daluang.
Penulis-penulis kuno memilih daluang karena daya tahannya terhadap cuaca tropis, serta kemampuannya menyerap tinta secara merata. Selain itu, daluang juga dianggap sakral karena berasal dari alam dan dikerjakan dengan ritual tertentu, menjadikannya sebagai media tulis yang tidak hanya fungsional, tetapi juga spiritual.
Ancaman Kepunahan
Sayangnya, daluang kini berada di ambang kepunahan. Hanya sedikit pengrajin yang masih melestarikan teknik pembuatan kertas ini, kebanyakan berada di Jawa Barat dan sebagian kecil di Sulawesi Selatan. Rendahnya minat generasi muda, keterbatasan bahan baku, serta kalah bersaing dengan kertas industri membuat daluang kian terpinggirkan.
Kondisi ini diperparah dengan minimnya perhatian pemerintah dan masyarakat terhadap pelestarian kertas ini. Jika tidak ada upaya serius, bisa jadi dalam beberapa dekade ke depan, daluang hanya tinggal dalam buku-buku sejarah, tanpa pernah lagi disentuh atau dilihat oleh generasi mendatang.
Upaya Pelestarian
Meski langka, bukan berarti harapan pupus. Beberapa komunitas budaya, pegiat literasi, hingga seniman mulai menggagas kembali penggunaan daluang, baik untuk pembuatan naskah modern, seni lukis, maupun media pameran. Di Tasikmalaya misalnya, ada keluarga pengrajin yang secara turun-temurun memproduksi daluang secara manual, dan kini mulai dilibatkan dalam berbagai proyek pelestarian naskah.
Lembaga pelestarian manuskrip seperti Perpustakaan Nasional juga telah mulai mendata dan mendigitalisasi naskah-naskah daluang. Beberapa peneliti bahkan mendorong agar UNESCO menetapkan daluang sebagai warisan budaya takbenda yang perlu dilestarikan bersama.
Namun, upaya ini belum cukup tanpa keterlibatan masyarakat luas. Diperlukan sinergi antara pemerintah, komunitas, akademisi, dan generasi muda untuk menghidupkan kembali daluang dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya dengan mengadakan pelatihan pembuatan daluang di sekolah-sekolah, festival budaya khusus daluang, atau menjadikannya sebagai media dalam karya seni kontemporer.
Daluang dan Identitas Bangsa
Kita sering bangga dengan batik dan wayang sebagai warisan dunia dari Indonesia, namun lupa bahwa ada banyak warisan lain yang tidak kalah penting. Daluang adalah salah satunya. Ia bukan hanya kertas—ia adalah identitas, sejarah, dan bukti nyata tingginya peradaban literasi Nusantara di masa lampau.
Menjaga daluang berarti menjaga akar pengetahuan kita. Ia tidak hanya memuat huruf-huruf lama, tapi juga semangat dan ruh dari para leluhur yang pernah menorehkan ilmu dan petuah di atasnya. Oleh karena itu, sudah selayaknya daluang mendapat tempat istimewa dalam perhatian bangsa ini.
Mari kita lindungi, lestarikan, dan sebarkan kembali semangat daluang. Sebab, kehilangan daluang bukan hanya kehilangan selembar kertas—tetapi kehilangan bagian penting dari jati diri bangsa Indonesia.
Baca juga artikel lainnya :