Pagpag: Makanan dari Sisa Sampah yang Jadi Tradisi Filipina

Di tengah hiruk-pikuk kota Manila, Filipina, tersembunyi sebuah realitas keras yang melahirkan salah satu makanan paling kontroversial di dunia: Pagpag.

Apr 6, 2025 - 23:24
 0  4
Pagpag: Makanan dari Sisa Sampah yang Jadi Tradisi Filipina
sumber foto : gg

Eksplora.id - Di tengah hiruk-pikuk kota Manila, Filipina, tersembunyi sebuah realitas keras yang melahirkan salah satu makanan paling kontroversial di dunia: Pagpag. Bagi sebagian besar orang, makanan ini mungkin terdengar menjijikkan, namun bagi mereka yang tinggal di komunitas miskin perkotaan, Pagpag adalah simbol perjuangan, kreativitas, dan bertahan hidup.

Apa Itu Pagpag?

Pagpag secara harfiah berarti "mengibaskan debu" dalam bahasa Tagalog. Istilah ini digunakan untuk merujuk pada makanan sisa dari restoran cepat saji atau rumah makan—biasanya berupa ayam goreng, daging, nasi, atau tulang—yang telah dibuang ke tempat sampah, kemudian dikumpulkan kembali, dibersihkan, dimasak ulang, dan dijual atau dikonsumsi oleh masyarakat miskin.

Sampah makanan tersebut biasanya diambil dari tempat sampah restoran besar atau hotel, lalu dicuci, direbus, dan digoreng ulang untuk membunuh bakteri. Meski tak memenuhi standar kebersihan, proses ini dianggap cukup oleh sebagian warga untuk membuat makanan itu “layak” dimakan.

Mengapa Pagpag Ada?

Pagpag lahir dari kemiskinan ekstrem dan keterbatasan akses terhadap makanan bergizi. Dengan harga makanan yang terus naik, banyak keluarga di daerah kumuh tidak mampu membeli makanan segar. Pagpag menjadi alternatif murah yang bisa mengisi perut, meski dengan risiko kesehatan yang besar.

Di beberapa daerah, pagpag bahkan menjadi komoditas dagang. Ada “pengusaha kecil” yang mengumpulkan sisa makanan, lalu mengolahnya dan menjualnya ke tetangga dengan harga yang sangat terjangkau.

Risiko dan Kritik

Pagpag bukan tanpa risiko. Para ahli kesehatan menyatakan bahwa makanan ini sangat tidak aman karena berpotensi mengandung bakteri seperti Salmonella dan E. coli, yang bisa menyebabkan diare, tifus, bahkan keracunan makanan berat. Namun bagi banyak warga, pilihan mereka bukan antara makanan sehat atau tidak—melainkan antara makan atau tidak makan sama sekali.

Praktik ini telah menuai banyak kritik dari aktivis sosial dan lembaga kemanusiaan, yang menyerukan agar pemerintah lebih serius menangani kemiskinan dan memberikan akses pangan layak bagi semua warga.

Simbol Ketimpangan

Pagpag bukan sekadar makanan, melainkan simbol ketimpangan sosial di negara berkembang seperti Filipina. Di satu sisi, restoran membuang makanan yang berlebih, sementara di sisi lain, masyarakat miskin mempertaruhkan kesehatan mereka untuk menyantap sisa tersebut.

Meskipun terdengar mengenaskan, pagpag juga menunjukkan resiliensi masyarakat miskin yang mampu bertahan hidup dengan sumber daya seadanya.


Pagpag mungkin dianggap sebagai makanan “aneh” oleh banyak orang di luar Filipina, namun bagi sebagian warga Manila, ini adalah bagian dari kenyataan hidup sehari-hari. Artikel ini bukan untuk menghakimi, tetapi mengajak kita merenung: ketika satu pihak membuang makanan, ada pihak lain yang mempertaruhkannya demi bertahan hidup. Dunia butuh lebih banyak keadilan sosial—agar tak ada lagi orang yang harus makan dari sampah demi bisa hidup.

Baca juga artikel lainnya :

ampo kuliner unik dari tanah liat khas tuban