29 WNI Overstay Ditangkap di Oarai: Potret Buram Diaspora Indonesia di Negeri Sakura

Sebanyak 29 Warga Negara Indonesia (WNI) ditangkap dalam sebuah operasi besar yang dilakukan oleh otoritas imigrasi Jepang di sebuah kompleks apartemen di Oarai, Prefektur Ibaraki.

Apr 15, 2025 - 23:02
 0  3
29 WNI Overstay Ditangkap di Oarai: Potret Buram Diaspora Indonesia di Negeri Sakura
Sumber foto : Istock

Eksplora.id - Sebanyak 29 Warga Negara Indonesia (WNI) ditangkap dalam sebuah operasi besar yang dilakukan oleh otoritas imigrasi Jepang di sebuah kompleks apartemen di Oarai, Prefektur Ibaraki. Operasi yang digelar pada awal pekan ini menyita perhatian publik, mengingat kota pesisir tersebut dikenal sebagai salah satu pusat komunitas Indonesia terbesar di wilayah Kanto utara.

Oarai memang bukan nama asing bagi diaspora Indonesia di Jepang. Sejak lebih dari tiga dekade lalu, kota ini telah menjadi tujuan utama pekerja Indonesia yang mengadu nasib di sektor-sektor seperti perikanan, pertanian, dan industri pengolahan makanan laut. Namun, di balik citra kota yang menjadi ‘rumah kedua’ bagi banyak WNI ini, tersimpan kenyataan pahit: ketatnya aturan imigrasi Jepang telah membuat banyak pekerja kehilangan izin tinggal dan akhirnya berstatus overstay.

Sejarah Panjang Hubungan Nelayan Jepang-Indonesia

Fenomena migrasi pekerja Indonesia ke Jepang, khususnya ke Oarai, tidak terjadi dalam sekejap. Akar sejarahnya dapat ditelusuri sejak lebih dari 35 tahun lalu, ketika hubungan kerja sama antara nelayan Jepang dan Indonesia membuka jalan bagi migrasi tenaga kerja. Kala itu, Jepang tengah mengalami kekurangan tenaga kerja di sektor-sektor berat dan berisiko tinggi seperti perikanan lepas pantai.

Melalui skema magang kerja dan program pelatihan teknis, ribuan WNI mulai berdatangan ke Jepang. Dalam dekade pertama sejak awal gelombang migrasi, jumlah WNI yang berstatus overstay sempat melonjak hingga menyentuh angka 2.000 orang. Banyak dari mereka awalnya masuk secara legal sebagai peserta pelatihan kerja, namun setelah kontrak habis, memilih untuk tetap tinggal dan bekerja secara ilegal demi menyambung hidup.

Gaji Empat Kali Lipat, Tekanan Sosial Tinggi

Salah satu faktor utama yang mendorong para pekerja untuk tetap tinggal meskipun tanpa izin resmi adalah ketimpangan ekonomi. Jepang menawarkan upah yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pekerjaan serupa di Indonesia. Bahkan, dengan status magang pun, rata-rata pendapatan bulanan mencapai 120.000 yen (sekitar Rp 12 juta), jumlah yang tergolong besar jika dikirimkan ke kampung halaman.

“Di Indonesia, kami susah mendapatkan pekerjaan. Kami sangat menghargai keluarga, jadi semua orang mengirim uang ke rumah,” ungkap Grandy, seorang pekerja magang asal Jawa Tengah yang kini memasuki tahun keempatnya di Jepang.

Tekanan dari keluarga dan harapan untuk memperbaiki taraf hidup sering kali membuat para pekerja nekat bertahan, meskipun mereka menyadari risiko besar ditangkap, dideportasi, bahkan dipenjara.

Operasi yang Mengejutkan Komunitas

Penangkapan 29 WNI ini menjadi pukulan besar bagi komunitas Indonesia di Oarai. Beberapa di antaranya telah tinggal selama bertahun-tahun dan memiliki jaringan sosial yang kuat di wilayah tersebut. Banyak yang telah berkeluarga, menjalani kehidupan sehari-hari layaknya warga biasa, dan sebagian lainnya bahkan membantu rekan-rekan sesama WNI untuk mendapatkan pekerjaan.

Namun, dengan adanya operasi ini, ketakutan akan razia dan deportasi kembali menghantui. Menurut sejumlah sumber lokal, apartemen tempat penggerebekan dilakukan dikenal sebagai salah satu tempat tinggal yang menampung banyak pekerja Indonesia.

Otoritas Jepang sendiri belum memberikan pernyataan resmi terkait status hukum ke-29 WNI tersebut. Namun, berdasarkan kebijakan yang ada, pelanggaran izin tinggal dapat berujung pada penahanan dan deportasi, serta larangan masuk kembali ke Jepang selama lima hingga sepuluh tahun.

Dilema Antara Hukum dan Kemanusiaan

Kasus ini kembali membuka perdebatan tentang bagaimana seharusnya Jepang menangani para pekerja asing overstay yang sudah telanjur berakar di masyarakat. Di satu sisi, Jepang tengah menghadapi tantangan demografis serius, dengan populasi yang menua dan kekurangan tenaga kerja di berbagai sektor. Di sisi lain, sistem imigrasi yang ketat dan kurang fleksibel membuat banyak pekerja asing jatuh ke dalam status ilegal, meski keberadaan mereka sangat dibutuhkan.

Bagi Indonesia sendiri, kasus ini menjadi pengingat bahwa perlindungan terhadap warganya di luar negeri belum sepenuhnya maksimal. Perlu kerja sama erat antara pemerintah Indonesia dan Jepang untuk mencari solusi yang lebih manusiawi, termasuk kemungkinan regularisasi status bagi WNI yang telah lama tinggal dan berkontribusi secara ekonomi.

Tragedi yang menimpa 29 WNI di Oarai bukanlah kasus pertama, dan bisa jadi bukan yang terakhir. Selama ketimpangan ekonomi dan ketatnya sistem imigrasi masih ada, pilihan bertahan sebagai overstay akan terus menjadi jalan yang dipilih banyak orang, meskipun berisiko tinggi. Di balik cerita migran ini, tersimpan impian sederhana tentang kehidupan yang lebih layak dan harapan untuk keluarga di tanah air.

Baca juga artikel lainnya :

nishiyama onsen keiunkan hotel tertua di dunia yang bertahan lebih dari 1300 tahun