Laporan Penipuan Keuangan Tembus Rp 1,7 Triliun: IASC dan OJK Terus Perkuat Penanganan
Kejahatan di sektor keuangan digital terus menunjukkan tren peningkatan yang mengkhawatirkan.

Eksplora.id - Kejahatan di sektor keuangan digital terus menunjukkan tren peningkatan yang mengkhawatirkan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Indonesia Anti-Scam Centre (IASC) melaporkan bahwa hingga 31 Maret 2025, total kerugian masyarakat akibat penipuan telah mencapai Rp 1,7 triliun, dengan 79.969 aduan kasus yang diterima sejak IASC mulai beroperasi pada 22 November 2024.
Dari puluhan ribu laporan tersebut, OJK mencatat sebanyak 82.336 rekening telah dilaporkan terkait aktivitas penipuan, dan 35.394 rekening di antaranya telah diblokir oleh pihak perbankan atas koordinasi dengan IASC dan Satgas PASTI. Jumlah ini meningkat drastis dibandingkan laporan per 9 Februari 2025, di mana aduan kasus baru mencapai 42.257 laporan dengan dana yang diblokir senilai Rp 106,8 miliar.
Sinergi Nasional Tangani Penipuan
IASC merupakan forum kolaboratif yang dibentuk OJK bersama Satgas Patroli Siber Anti Investasi Ilegal (PASTI), industri perbankan, e-commerce, serta pemangku kepentingan lainnya. Tujuan utama pembentukan IASC adalah menjadi pusat pelaporan terintegrasi untuk memfasilitasi masyarakat yang menjadi korban penipuan keuangan, sekaligus mempercepat proses pemblokiran rekening pelaku dan pelacakan dana.
“Melalui IASC, kita mempercepat respons terhadap kasus penipuan dan memutus aliran dana yang dapat digunakan pelaku untuk merugikan lebih banyak orang,” ujar Deputi Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen.
Masyarakat Diminta Aktif Melapor
OJK terus mendorong masyarakat agar tidak segan melaporkan kasus penipuan yang dialami. Masyarakat dapat melaporkan kejadian melalui situs resmi iasc.ojk.go.id, layanan telepon 157, maupun melalui WhatsApp resmi di 081-157-157-157.
Pelaporan yang cepat sangat penting, karena dana hasil penipuan masih mungkin dibekukan sebelum sempat ditarik oleh pelaku. Proses pelaporan ini juga menjadi dasar bagi OJK dan lembaga terkait untuk menindaklanjuti dengan langkah hukum maupun pemblokiran akun rekening dan platform penipuan.
Namun OJK juga mengungkapkan masih banyak korban yang belum melapor, baik karena rasa malu, takut, atau tidak tahu harus ke mana mencari bantuan. Hal ini menyebabkan angka kerugian sesungguhnya kemungkinan jauh lebih besar dari data resmi yang tercatat.
Modus Penipuan Semakin Canggih
Seiring berkembangnya teknologi, para pelaku penipuan pun kian kreatif dalam mengelabui korban. Modus yang sering digunakan antara lain investasi bodong, penipuan melalui undangan digital, pinjaman online ilegal, impersonasi institusi keuangan, hingga penipuan dengan kedok lowongan kerja.
IASC mencatat bahwa para penipu kini tak segan menggunakan website palsu, aplikasi tiruan, bahkan mengkloning identitas resmi lembaga pemerintah untuk membangun kepercayaan dari calon korban. Hal ini mendorong OJK untuk terus melakukan literasi keuangan dan digital kepada masyarakat.
“Jangan mudah percaya dengan janji keuntungan besar dalam waktu singkat. Cek keaslian informasi, jangan terburu-buru mentransfer uang, dan selalu gunakan jalur komunikasi resmi,” tegas OJK.
Waspadai Penipuan Mengatasnamakan IASC
Ironisnya, popularitas IASC sebagai pusat pelaporan justru dimanfaatkan oleh oknum tidak bertanggung jawab. OJK telah menemukan adanya pihak-pihak yang membuat situs palsu dan mengaku sebagai perwakilan IASC dengan tujuan melakukan penipuan baru terhadap masyarakat yang ingin melapor.
OJK menegaskan bahwa pelaporan resmi hanya dapat dilakukan melalui situs iasc.ojk.go.id. Masyarakat diimbau tidak mengakses atau memasukkan data pribadi di situs lain yang mengatasnamakan IASC.
Perlu Gerakan Kolektif
OJK menyatakan bahwa perang melawan penipuan digital tidak bisa hanya mengandalkan satu pihak. Kolaborasi antara pemerintah, otoritas keuangan, industri, dan masyarakat adalah kunci untuk menciptakan ekosistem digital yang aman dan terlindungi.
“Kami tidak bisa bekerja sendiri. Ini saatnya seluruh elemen masyarakat turut menjaga diri dan sesama dari ancaman kejahatan finansial,” tutup pernyataan resmi OJK.
Dengan laporan kerugian yang terus meningkat dan jumlah rekening terlibat yang melonjak, keberadaan IASC menjadi tonggak penting dalam perlindungan konsumen keuangan di era digital. Namun, upaya ini hanya akan berhasil jika diiringi dengan partisipasi aktif masyarakat, kehati-hatian dalam setiap transaksi, dan kesadaran untuk segera melapor bila menjadi korban.
Baca juga artikel lainnya :
hubungan-korupsi-dengan-gagalnya-sistem-pendidikan-di-indonesia