Daging In Vitro: Masa Depan Pangan yang Dibudidayakan di Laboratorium

Pertumbuhan populasi, tekanan terhadap lingkungan, dan kekhawatiran atas kesejahteraan hewan telah mendorong para ilmuwan dan inovator untuk mencari alternatif pangan yang berkelanjutan

Apr 9, 2025 - 23:20
 0  12
Daging In Vitro: Masa Depan Pangan yang Dibudidayakan di Laboratorium
sumber foto : gg

Eksplora.id - Dunia menghadapi tantangan besar dalam hal ketersediaan pangan di masa depan. Pertumbuhan populasi, tekanan terhadap lingkungan, dan kekhawatiran atas kesejahteraan hewan telah mendorong para ilmuwan dan inovator untuk mencari alternatif yang berkelanjutan. Salah satu solusi yang kini mulai nyata dan mengemuka adalah daging in vitro, atau sering disebut juga daging sintetis.

Daging in vitro adalah daging yang diproduksi di laboratorium dengan cara membudidayakan sel-sel otot hewan tanpa harus menyembelih hewan tersebut. Teknologi ini telah menjadi perbincangan hangat di negara-negara maju, bahkan beberapa produk sudah tersedia secara komersial di restoran tertentu, terutama di Singapura dan Amerika Serikat. Potensi daging in vitro sangat besar karena menawarkan solusi terhadap berbagai isu global seperti krisis iklim, kekurangan pangan, dan etika peternakan intensif.

Gagasan Lama dengan Teknologi Baru

Meski baru berkembang secara teknis dalam dua dekade terakhir, ide tentang daging yang dibudidayakan di luar tubuh hewan telah ada jauh sebelumnya. Winston Churchill, tokoh politik dunia asal Inggris, pernah membayangkan masa depan di mana manusia tidak perlu memelihara satu hewan utuh hanya untuk memakan sebagian kecil dari tubuhnya. Ia memprediksi bahwa manusia akan dapat membudidayakan bagian tubuh tertentu seperti dada ayam atau sayap tanpa membunuh hewannya. Kini, prediksi tersebut mulai menjadi kenyataan.

Proses Produksi Daging In Vitro

Secara teknis, proses pembuatan daging in vitro terdiri dari tiga tahap utama. Pertama adalah isolasi dan disosiasi sel, di mana sel otot (biasanya dari hewan seperti sapi, ayam, atau ikan) diambil dari jaringan hewan melalui prosedur biopsi yang tidak membahayakan hewan tersebut. Sel ini kemudian dipisahkan dan disiapkan untuk tahap berikutnya.

Tahap kedua adalah kultur sel, yaitu proses memperbanyak sel otot tersebut dalam medium kultur yang kaya nutrisi. Di sini, sel akan mengalami proliferasi (pembelahan dan pertumbuhan), hingga mencapai jumlah yang cukup untuk membentuk jaringan otot.

Tahap ketiga adalah kultur dalam skala besar menggunakan bioreaktor. Dalam tahap ini, sel-sel dikembangkan pada struktur penyangga (scaffold) tiga dimensi agar menyerupai bentuk dan tekstur daging asli. Bioreaktor khusus akan menyediakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan jaringan secara optimal, baik dari segi suhu, suplai oksigen, maupun nutrisi.

Metode Pengembangan

Ada dua pendekatan utama dalam pengembangan daging in vitro. Yang pertama adalah metode berbasis eksplan jaringan otot, di mana jaringan otot langsung digunakan untuk memperbanyak sel. Metode ini relatif sederhana, namun memiliki keterbatasan dalam hal kemampuan proliferasi sel yang rendah.

Yang kedua adalah metode berbasis scaffold dan sel punca (stem cell). Sel punca memiliki kemampuan untuk berkembang menjadi berbagai jenis jaringan, sehingga menawarkan peluang yang lebih besar dalam membentuk struktur daging yang kompleks. Dengan bantuan teknologi rekayasa jaringan dan scaffold tiga dimensi, metode ini mampu mereplikasi tekstur dan rasa daging secara lebih realistis.

Tantangan dan Peluang

Meskipun teknologinya menjanjikan, pengembangan daging in vitro masih menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya adalah biaya produksi, terutama dalam menciptakan medium kultur yang efisien dan ekonomis. Medium kultur tradisional mengandung growth factor yang sangat mahal, sehingga para peneliti terus mencari alternatif yang lebih murah dan ramah lingkungan.

Selain itu, kemampuan untuk mereproduksi keragaman rasa dan tekstur daging dari berbagai spesies juga menjadi tantangan. Setiap jenis daging memiliki ciri khasnya masing-masing, dan ini sulit dicapai hanya melalui kultur sel.

Di sisi lain, penerimaan konsumen juga menjadi isu penting. Banyak orang masih ragu terhadap keamanan dan kehalalan produk ini, serta mempertanyakan apakah daging laboratorium benar-benar bisa menggantikan daging konvensional dari segi rasa dan kepuasan.

Namun, beberapa perusahaan sudah mulai menunjukkan terobosan. Salah satunya adalah IntegriCulture, perusahaan asal Jepang yang berhasil mengembangkan sistem medium kultur yang tidak lagi bergantung pada growth factor eksternal. Mereka meniru sistem biologis dalam tubuh hewan, sehingga memungkinkan produksi daging sintetis dengan biaya lebih rendah dan skala lebih besar.

Menuju Masa Depan Pangan Berkelanjutan

Dengan terus berkembangnya teknologi dan peningkatan kesadaran masyarakat terhadap dampak lingkungan dan etika konsumsi daging, daging in vitro berpotensi menjadi bagian penting dalam sistem pangan global masa depan. Tidak hanya sebagai alternatif daging, tetapi juga sebagai simbol transisi menuju cara hidup yang lebih bertanggung jawab terhadap bumi dan seluruh makhluk hidup di dalamnya.

Daging in vitro bukan sekadar inovasi ilmiah, melainkan refleksi dari perubahan paradigma dalam memandang makanan, teknologi, dan keberlanjutan. Meski jalan masih panjang, arah yang ditempuh kini jelas: masa depan pangan akan lebih cerdas, lebih etis, dan lebih hijau.

Baca juga artikel lainnya :

jamur taisui daging yang tak pernah habis