Ragam Makanan Fermentasi Indonesia yang Tak Kalah dari Kimchi

Dec 17, 2024 - 09:17
 0  3
Ragam Makanan Fermentasi Indonesia yang Tak Kalah dari Kimchi

Eksplora.id - Makanan fermentasi semakin digemari di berbagai penjuru dunia. Tidak hanya Korea dengan kimchi-nya yang terkenal, tetapi Indonesia juga memiliki beragam makanan fermentasi dengan keunikan dan ciri khas masing-masing. Berbagai makanan ini berasal dari tradisi dan sejarah panjang masyarakat Indonesia yang sarat akan budaya dan filosofi lokal. Beragam Makanan Fermentasi Khas Indonesia Makanan fermentasi semakin digemari di berbagai penjuru dunia. Tidak hanya Korea dengan kimchi-nya yang terkenal, tetapi Indonesia juga memiliki beragam makanan fermentasi dengan keunikan dan cita rasa khas masing-masing. Makanan ini bukan hanya lezat tetapi juga memiliki banyak manfaat kesehatan. Berikut ini adalah beberapa contoh makanan fermentasi khas yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia:


1. Tempoyak

Pertama, makanan fermentasi khas Sumatera dan Kalimantan yaitu tempoyak. Masyarakat memfermentasi durian untuk membuat tempoyak. Kata “tempoyak” berasal dari kata poyak yang berarti mengoyak daging durian. Mereka mengasinkan daging buah durian matang yang sudah dilepas dari bijinya, menambahkan garam, lalu menyimpannya dalam wadah selama kurang lebih seminggu. Tempoyak memiliki bau khas dan rasa asam yang berasal dari hasil fermentasi durian. Warga Palembang sering menyajikan tempoyak sebagai lauk pendamping nasi atau bahan hidangan tradisional, seperti Brengkes Patin Tempoyak. Masyarakat Lampung menggunakan tempoyak untuk membuat menu Seruit, sedangkan di Kalimantan tempoyak dipakai di menu Juhu Tempoyak Udang.


2. Brem

Selanjutnya, ada brem yang berasal dari Jawa Timur dan Jawa Tengah. Masyarakat memfermentasi air ketan hitam atau ketan putih untuk membuat brem. Banyak orang mengira panganan ini adalah cokelat karena bentuknya panjang, pipih, dan berwarna putih gading. Berbeda dengan brem asal Wonogiri, bentuknya bulat pipih dan berwarna putih. Brem memiliki rasa khas berupa perpaduan manis, asam, dan sensasi dingin yang menyegarkan mulut. Warga setempat sering mengolah brem sebagai camilan atau hidangan penutup. Banyak wisatawan juga memilih brem sebagai oleh-oleh khas. Asal nama “brem” cukup unik. Proses fermentasinya melibatkan pengeraman selama berhari-hari. Istilah peram dalam bahasa Jawa terdengar seperti “prem,” yang kemudian menjadi nama “brem.”


3. Tape Ketan

Kemudian, makanan fermentasi lainnya adalah tape ketan. Masyarakat memfermentasi beras ketan menggunakan ragi untuk membuat camilan ini. Proses fermentasi menghasilkan tape ketan dengan rasa manis, tekstur lembut, dan aroma yang khas. Banyak orang mengonsumsinya sebagai camilan sore hari atau hidangan dalam acara adat tradisional. Dahulu, masyarakat hanya menyajikan tape ketan menjelang hari-hari besar agama Islam.


4. Bekasam

Berikutnya, penduduk Sulawesi dan Kalimantan sering membuat bekasam dari ikan kecil yang mereka fermentasi dengan nasi dan garam. Proses ini membutuhkan keahlian turun-temurun yang diwariskan dari generasi ke generasi. Bekasam memiliki aroma khas dan menjadi lauk favorit dalam kehidupan sehari-hari masyarakat lokal. Masyarakat memanfaatkan bekasam sebagai cara untuk mengawetkan ikan saat musim panen. Banyaknya jumlah ikan membuat mereka mencari berbagai metode agar ikan tidak cepat busuk. Meski bau dan rasanya terkesan aneh, banyak orang justru menikmati bekasam sebagai penggugah selera makan.


5. Tempe

Selanjutnya, orang-orang di seluruh Indonesia membuat tempe dengan memanfaatkan kedelai melalui proses fermentasi. Tempe memiliki kandungan protein tinggi, sehingga banyak kalangan menyukainya sebagai makanan sehat. Restoran dan rumah makan menyajikan tempe dalam berbagai olahan hidangan tradisional maupun modern. Banyak orang menyukai tempe karena rasanya gurih dan manfaat kesehatannya. Kandungan probiotik di dalam tempe dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan mencegah berbagai penyakit.


6. Oncom

Lalu, Jawa Barat memiliki oncom yang sudah dikonsumsi sejak abad ke-17. Masyarakat membuat oncom dengan memanfaatkan sisa bahan makanan seperti bungkil kacang tanah, ampas tahu, ampas kedelai, dan ampas kelapa. Mereka mencampur bahan-bahan tersebut dengan ragi sebelum membiarkannya dalam suhu hangat selama 2 sampai 3 hari. Oncom memiliki dua jenis, yaitu oncom merah dan oncom hitam. Oncom merah umumnya berasal dari ampas tahu, sedangkan oncom hitam dari bungkil kacang tanah yang dicampur ampas singkong. Semakin tinggi kandungan kacang, maka semakin baik kualitas dan rasa oncom. Masyarakat sering mengolah oncom menjadi berbagai hidangan khas, seperti nasi oncom atau lauk sederhana yang lezat.


7. Dadih

Terakhir, masyarakat Minangkabau sering mengonsumsi dadih, produk fermentasi susu tradisional khas Sumatera Barat. Mereka memasukkan susu kerbau ke dalam tabung bambu, menutupnya dengan daun pisang, dan mendiamkannya selama 24–48 jam. Dadih memiliki tekstur kental, lembut, dan rasa asam yang khas. Kandungan protein dan lemak tinggi membuat dadih memiliki rasa yang kaya dan menyehatkan.


Mengapa Makanan Fermentasi Penting untuk Dilestarikan?

Makanan fermentasi khas Indonesia memiliki cita rasa dan keunikan yang mencerminkan keragaman budaya di setiap daerah. Dengan memahami tradisi dan keunikan makanan ini, kita bisa menghargai budaya lokal sekaligus memperkenalkan kekayaan kuliner Indonesia kepada dunia. Makanan fermentasi memainkan peran penting dari segi budaya dan kesehatan. Melalui tradisi pembuatan makanan ini, masyarakat bisa memahami nilai-nilai budaya yang diwariskan. Selain itu, masyarakat bisa melihat potensi bisnis makanan fermentasi sebagai peluang ekonomi berkelanjutan.


Makanan Fermentasi sebagai Peluang Ekonomi

Bisnis berbasis makanan fermentasi memiliki peluang besar di pasar lokal maupun internasional. Dengan strategi pemasaran yang tepat dan inovasi produk, makanan seperti tempoyak, brem, tape ketan, dan bekasam dapat menarik perhatian konsumen. Usaha ini memberikan manfaat ekonomi bagi pengusaha maupun masyarakat lokal yang terlibat dalam produksi. Selain itu, wisatawan kuliner juga semakin tertarik menikmati makanan fermentasi sambil mempelajari budaya dan tradisi lokal yang unik.